Daftar Kitab

32. Kisah al-Khidr dan Kabarnya serta Kabar Musa dan Pemudanya, Yusya` `alaihimussalam

Abu Ja`far berkata: Al-Khidr termasuk orang yang hidup pada masa Afridun, raja putra Atsfiyan, menurut pendapat umum ahli kitab terdahulu, dan sebelum Musa bin `Imran shallallahu `alaihi wa sallam. Dan dikatakan bahwa ia berada di barisan depan Dzul Qarnain yang agung, yang hidup pada masa Ibrahim Khalilurrahman shallallahu `alaihi wa sallam, dan dialah yang memutuskan untuknya tentang sumur as-Sab`—yaitu sumur yang digali oleh Ibrahim untuk ternaknya di gurun Yordania—dan bahwa suatu kaum dari penduduk Yordania mengklaim tanah tempat Ibrahim menggali sumurnya, lalu Ibrahim mengadukan mereka kepada Dzul Qarnain yang disebutkan bahwa al-Khidr berada di barisan depannya pada masa perjalanannya di negeri-negeri, dan bahwa ia sampai bersama Dzul Qarnain ke sungai kehidupan, lalu ia minum dari airnya sedangkan ia tidak mengetahui, dan Dzul Qarnain serta orang-orang yang bersamanya tidak mengetahuinya, maka ia kekal, dan ia hidup menurut mereka hingga sekarang.

Dan sebagian dari mereka mengira bahwa ia dari keturunan orang yang beriman kepada Ibrahim Khalilurrahman, dan mengikutinya dalam agamanya, dan berhijrah bersamanya dari tanah Babilonia ketika Ibrahim berhijrah darinya, dan berkata: Namanya adalah Balya bin Malkan bin Faligh bin `Abir bin Syalikh bin Arfakhsyad bin Sam bin Nuh, ia berkata: Dan ayahnya adalah seorang raja yang agung.

Dan yang lain berkata: Dzul Qarnain yang hidup pada masa Ibrahim shallallahu `alaihi wa sallam adalah Afridun bin Atsfiyan, ia berkata: Dan di barisan depannya adalah al-Khidr.

Dan Abdullah bin Syudzab berkata tentangnya, sebagaimana yang diriwayatkan kepada kami oleh Abdurrahman bin Abdullah bin Abdul Hakam al-Mishri[1], ia berkata: Muhammad bin al-Mutawakkil meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Damrah bin Rabi`ah[2] meriwayatkan kepada kami, dari Abdullah bin Syudzab, ia berkata: Al-Khidr dari keturunan Persia, dan Ilyas dari Bani Israil, keduanya bertemu setiap tahun di musim haji.

Dan Ibnu Ishaq berkata tentangnya sebagaimana yang diriwayatkan kepada kami oleh Ibnu Humayd, ia berkata: Salamah meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Ibnu Ishaq meriwayatkan kepadaku, ia berkata: Telah sampai kepadaku bahwa Allah `Azza wa Jalla mengangkat di antara Bani Israil seorang laki-laki dari mereka, yang bernama Nasyiah bin Amush, maka Allah `Azza wa Jalla mengutus kepada mereka al-Khidr sebagai seorang nabi.

Ia berkata: Dan nama al-Khidr—sebagaimana yang dikira oleh Wahb bin Munabbih dari Bani Israil—adalah Yermiya bin Khalqiya, dan ia dari keturunan Harun bin `Imran, dan antara raja yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq ini dengan Afridun lebih dari seribu tahun.

Dan perkataan orang yang berkata: Sesungguhnya al-Khidr hidup pada masa Afridun dan Dzul Qarnain yang agung dan sebelum Musa bin `Imran lebih mendekati kebenaran, kecuali jika keadaannya seperti yang dikatakan oleh orang yang berkata bahwa ia berada di barisan depan Dzul Qarnain sahabat Ibrahim, lalu ia minum air kehidupan, maka ia tidak diutus pada masa Ibrahim shallallahu `alaihi wa sallam sebagai seorang nabi, dan diutus pada masa Nasyiah bin Amush, dan itu karena Nasyiah bin Amush yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq bahwa ia adalah seorang raja atas Bani Israil, hidup pada masa Bisytasab bin Lahrasab, dan antara Bisytasab dan Afridun dari segi masa dan zaman adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi oleh orang yang berilmu tentang hari-hari manusia dan kabar-kabar mereka, dan aku akan menyebutkan jumlah masa itu ketika kita sampai kepada kabar Bisytasab, insya Allah Ta`ala.

Dan sesungguhnya kami katakan: Perkataan orang yang berkata: Al-Khidr hidup sebelum Musa bin `Imran shallallahu `alaihi wa sallam lebih mendekati kebenaran daripada perkataan yang dikatakan oleh Ibnu Ishaq dan diriwayatkannya dari Wahb bin Munabbih, karena hadits yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dari Ubay bin Ka`b[3], bahwa sahabat Musa bin `Imran—yaitu orang alim yang diperintahkan oleh Allah Tabaraka wa Ta`ala untuk dicari ketika ia mengira bahwa tidak ada seorang pun di bumi yang lebih berilmu darinya—adalah al-Khidr, dan Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam adalah makhluk Allah yang paling mengetahui tentang perkara-perkara yang telah lalu, dan yang akan datang yang belum terjadi.

Dan apa yang diriwayatkan oleh Ubay bin Ka`b tentang hal itu dari beliau shallallahu `alaihi wa sallam adalah sebagaimana yang diriwayatkan kepada kami oleh Abu Kuraib, ia berkata: Yahya bin Adam meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Sufyan bin `Uyainah[4] meriwayatkan kepada kami, dari `Amru bin Dinar[5], dari Sa`id[6], ia berkata: Aku berkata kepada Ibnu `Abbas[7]: Sesungguhnya Nauf[8] mengira bahwa al-Khidr bukanlah sahabat Musa, maka ia berkata: "Musuh Allah itu telah berdusta, Ubay bin Ka`b meriwayatkan kepada kami dari [Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam, beliau bersabda: Sesungguhnya Musa berdiri di hadapan Bani Israil sebagai khatib, lalu ia ditanya: `Siapakah manusia yang paling berilmu?` Ia berkata: `Aku,` maka Allah mencelanya karena ia tidak mengembalikan ilmu kepada-Nya, lalu Allah berfirman: `Bahkan hamba-Ku yang berada di pertemuan dua lautan,` ia berkata: `Wahai Tuhanku, bagaimana aku dapat menemuinya?` Allah berfirman: `Ambillah seekor ikan, lalu letakkanlah di dalam keranjang, maka di mana engkau kehilangan ikan itu, maka ia ada di sana,` ia berkata: Maka Musa mengambil seekor ikan dan meletakkannya di dalam keranjang, kemudian ia berkata kepada pemudanya: `Jika engkau kehilangan ikan ini, maka beritahukanlah kepadaku,` lalu keduanya pergi berjalan di tepi pantai laut hingga keduanya sampai di sebuah batu karang, lalu Musa tertidur, maka ikan itu bergerak-gerak di dalam keranjang, lalu keluar dan jatuh ke dalam laut, maka Allah menahan aliran air darinya sehingga menjadi seperti lubang, maka bagi ikan itu menjadi terowongan, dan bagi keduanya menjadi sesuatu yang menakjubkan, kemudian keduanya pergi, maka ketika tiba waktu makan siang, Musa berkata kepada pemudanya: `Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa lelah karena perjalanan kita ini`, ia berkata: Dan Musa tidak merasakan kelelahan hingga ia melewati tempat yang diperintahkan oleh Allah kepadanya, ia berkata: Maka pemuda itu berkata: `Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu karang itu, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidaklah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke1 laut dengan cara yang aneh sekali`, ia berkata: Maka Musa berkata: `Itulah (tempat) yang kita cari. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula," ia berkata: Keduanya mengikuti jejak mereka, ia berkata: Maka keduanya sampai di batu karang itu, tiba-tiba ada seorang laki-laki yang sedang tidur berselimut dengan kainnya, lalu Musa memberi salam kepadanya, maka ia berkata: "Bagaimana mungkin di negeri kami ada salam!" Ia berkata: "Aku Musa," ia berkata: "Musa Bani Israil?" Ia berkata: "Benar," ia berkata: "Wahai Musa, sesungguhnya aku memiliki ilmu dari ilmu Allah, yang Allah telah ajarkan kepadaku yang tidak engkau ketahui, dan engkau memiliki ilmu dari ilmu Allah yang Allah telah ajarkan kepadamu yang tidak aku ketahui," ia berkata: "Sesungguhnya aku akan mengikutimu agar engkau mengajarkan kepadaku dari apa yang telah diajarkan kepadamu berupa petunjuk." "Ia berkata: `Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu."

Lalu keduanya pergi berjalan di tepi pantai, tiba-tiba ada seorang pemilik perahu, lalu ia mengenali al-Khidr, lalu ia membawanya tanpa upah. Lalu datanglah seekor burung pipit lalu hinggap di tepi perahu itu dan mematuk—atau menukik—di dalam air, maka al-Khidr berkata kepada Musa: "Ilmuku dan ilmumu tidak mengurangi ilmu Allah kecuali sekadar apa yang dipatuk— atau ditukik—oleh burung pipit ini dari lautan."]

Abu Ja`far berkata: Aku ragu, dan dalam kitabku ini tertulis "menukik". Ia berkata: Ketika mereka berada di dalam perahu, Musa tidak terkejut kecuali ketika ia sedang mengikat pasak atau mencabut papan darinya, maka ia berkata kepadanya: "Kita dibawa tanpa upah, dan engkau melubanginya untuk menenggelamkan penumpangnya! "Sungguh, kamu telah melakukan sesuatu yang mungkar. Ia berkata: Bukankah aku telah katakan: `Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.` Ia berkata: Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku”—ia berkata: Maka yang pertama dari Musa adalah kelupaan—ia berkata: Kemudian keduanya keluar lalu pergi berjalan, lalu keduanya melihat seorang anak laki-laki yang sedang bermain bersama anak-anak lainnya, lalu ia memegang kepalanya dan membunuhnya, maka Musa berkata kepadanya: "Mengapa kamu membunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar.2 Ia berkata: Bukankah telah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersamaku? Ia berkata: Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur3 kepadaku."

Maka keduanya4 pergi, hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi mereka tidak mendapati seorang pun yang menjamu mereka dan tidak pula memberi mereka minum, "maka keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka ia menegakkannya" dengan tangannya— ia berkata: Ia mengusapnya dengan tangannya—maka Musa berkata kepadanya: "Mereka tidak menjamu kita dan tidak memberi kita tempat tinggal, "Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu."

"Ia berkata: `Inilah perpisahan antara aku dan kamu,`" ia berkata: [Maka Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: Aku berharap seandainya ia bersabar hingga ia menceritakan kepada kita kisah mereka berdua.]

Al-`Abbas bin al-Walid meriwayatkan kepadaku, ia berkata: Ayahku mengabarkan kepadaku, ia berkata: Al-Auza`i[9] meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Az-Zuhri[10] meriwayatkan kepadaku, dari `Ubaidillah bin Abdullah bin `Utbah bin Mas`ud[11], dari Ibnu `Abbas: Bahwa ia berbantahan dengan al-Hurr bin Qais bin Hishn al-Fazari tentang sahabat Musa, maka Ibnu `Abbas berkata: "Dia adalah al-Khidr," lalu Ubay bin Ka`b melewati keduanya, lalu Ibnu `Abbas memanggilnya dan berkata: "Sesungguhnya aku berbantahan dengan sahabatku ini tentang sahabat Musa `alaihissalam yang ia memohon jalan untuk menemuinya, apakah engkau mendengar Rasulullah menyebutkan tentang perkaranya?" Ia berkata: [Ya, sesungguhnya aku mendengar Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bersabda: Ketika Musa `alaihissalam berada di tengah-tengah kaum dari Bani Israil, tiba-tiba seorang laki-laki datang kepadanya dan berkata: `Apakah engkau mengetahui tempat seseorang yang lebih berilmu darimu?` Musa berkata: `Tidak,` maka Allah mewahyukan kepada Musa: `Ya, hamba Kami al-Khidr,` maka Musa memohon jalan untuk menemuinya, maka Allah menjadikan ikan itu sebagai tanda, dan berfirman kepadanya: `Jika engkau kehilangan ikan itu, maka kembalilah, maka sesungguhnya engkau akan menemuinya,` maka Musa mengikuti jejak ikan itu di laut, lalu pemuda Musa berkata kepada Musa: `Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu karang itu, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu`, Musa berkata: `Itulah (tempat) yang kita cari. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula,"5 maka keduanya mendapati al-Khidr, maka terjadilah di antara keduanya apa yang telah Allah ceritakan dalam kitab-Nya.]

Muhammad bin Marzuq meriwayatkan kepadaku, ia berkata, Hajjaj bin al-Minhal[12] meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Abdullah bin `Umar an-Numairi meriwayatkan kepada kami, dari Yunus bin Yazid[13], ia berkata: Aku mendengar az-Zuhri meriwayatkan, ia berkata: `Ubaidillah bin Abdullah bin `Utbah bin Mas`ud mengabarkan kepadaku, dari Ibnu `Abbas: Bahwa ia berbantahan dengan al-Hurr bin Qais bin Hishn al-Fazari tentang sahabat Musa, maka ia menyebutkan seperti hadits al-`Abbas dari ayahnya.

Muhammad bin Sa`d[14] meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Ayahku meriwayatkan kepadaku, ia berkata: Pamanku meriwayatkan kepadaku, ia berkata: Ayahku meriwayatkan kepadaku, dari ayahnya, dari Ibnu `Abbas, firman-Nya: "Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada pemudanya: `Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua laut`" ayat, ia berkata: Ketika Musa dan kaumnya menang atas Mesir, kaumnya menetap di Mesir, maka ketika mereka telah menetap di negeri itu, Allah `Azza wa Jalla menurunkan wahyu kepadanya: "Peringatkanlah mereka dengan hari-hari Allah," maka ia berkhutbah kepada kaumnya, lalu ia menyebutkan kebaikan dan nikmat yang telah Allah berikan kepada mereka, dan ia mengingatkan mereka ketika Allah menyelamatkan mereka dari (kejaran Fir`aun dan keluarganya, dan mengingatkan mereka akan kebinasaan musuh mereka, dan pengangkatan mereka sebagai khalifah di bumi oleh Allah. Lalu ia berkata, "Dan Allah telah berbicara kepada Musa nabimu dengan sungguh-sungguh, dan telah memilihku untuk diri-Nya, dan menurunkan kepadaku kecintaan dari-Nya, dan Allah telah memberikan kepadamu semua yang kamu minta." Maka nabimu adalah orang yang paling utama di antara penduduk bumi dan kamu membaca Taurat. Maka ia tidak meninggalkan satu nikmat pun yang telah Allah anugerahkan kepada mereka kecuali ia menyebutkannya dan memberitahukannya kepada mereka. Lalu seorang laki-laki dari Bani Israil berkata kepadanya, "Memang demikian, wahai Nabi Allah. Dan kami telah mengetahui apa yang engkau katakan. Apakah ada di bumi ini orang yang lebih berilmu darimu, wahai Nabi Allah?" Ia berkata, "Tidak." Maka Allah Azza wa Jalla mengutus Jibril `alaihissalam kepada Musa `alaihissalam, lalu Jibril berkata, "Sesungguhnya Allah Ta`ala berfirman, `Dan apa yang membuatmu tahu di mana Aku meletakkan ilmu-Ku? Bahkan, di tepi laut ada seorang laki-laki yang lebih berilmu darimu—Ibnu `Abbas berkata: Dia adalah al-Khidr—lalu Musa memohon kepada Tuhannya agar memperlihatkan orang itu kepadanya. Maka Allah mewahyukan kepadanya, "Datanglah ke laut, maka sesungguhnya engkau akan mendapatkan ikan di tepi laut, maka ambillah ikan itu dan serahkanlah kepada pelayanmu, kemudian telusurilah tepi laut itu. Maka apabila engkau lupa ikan itu dan ikan itu binasa darimu, maka di sanalah engkau akan menjumpai hamba yang saleh yang engkau cari." Maka tatkala perjalanan Nabi Allah Musa itu lama dan melelahkan, ia bertanya kepada pelayannya tentang ikan itu. Maka pelayannya berkata kepadanya, dan dia adalah pelayannya, "Tahukah kamu tatkala kita berlindung di batu karang itu, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tiadalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan," pelayan itu berkata, "Sungguh aku telah melihat ikan itu ketika mengambil jalannya ke laut dengan ajaib." Maka Musa takjub dengan hal itu, lalu ia kembali hingga sampai di batu karang itu, lalu ia mendapatkan ikan itu. Maka ikan itu mulai memukul-mukul di laut dan Musa mengikutinya. Dan Musa mulai mengayunkan tongkatnya untuk membelah air darinya, mengikuti ikan itu. Dan ikan itu tidak menyentuh sesuatu pun dari air kecuali mengering hingga menjadi batu. Maka Nabi Allah shallallahu `alaihi wa sallam merasa takjub dengan hal itu hingga ikan itu membawanya ke sebuah pulau dari pulau-pulau di laut. Lalu ia bertemu dengan al-Khidr di sana, lalu ia memberi salam kepadanya. Maka al-Khidr berkata, "Wa `alaikas salam, dan bagaimana ada salam ini di bumi ini! Dan siapakah engkau?" Ia berkata, "Aku Musa." Maka al-Khidr berkata kepadanya, "Sahabat Bani Israil?" Ia berkata, "Ya." Lalu al-Khidr menyambutnya dan berkata, "Apa yang membawamu kemari?" Ia berkata, "Aku datang agar engkau mengajariku dari apa yang telah diajarkan kepadamu berupa petunjuk." Ia berkata, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku," ia berkata, "Ia tidak akan sanggup melakukan hal itu." Musa berkata, "Engkau akan mendapatiku insya Allah sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun." Ia berkata, "Maka al-Khidr pergi bersamanya, dan berkata kepadanya, `Janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun yang aku lakukan sampai aku sendiri yang menerangkannya kepadamu.`" Maka itulah firman-Nya, "sampai aku sendiri yang menerangkannya kepadamu." Lalu keduanya menaiki perahu, keduanya ingin menyeberang ke daratan. Maka al-Khidr berdiri dan melubangi perahu itu. Maka Musa berkata kepadanya, "Apakah engkau melubangi perahu itu untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar." Kemudian ia menyebutkan sisa kisahnya.

Ibnu Humayd meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Ya`qub al-Qummi[15] meriwayatkan kepada kami, dari Harun bin `Antarah, dari ayahnya, dari Ibnu Abbas, ia berkata: [Musa `alaihissalam bertanya kepada Tuhannya `Azza wa Jalla, ia berkata, "Wahai Tuhanku, siapakah di antara hamba-hamba-Mu yang paling Engkau cintai?" Ia berfirman, "Orang yang mengingat-Ku dan tidak melupakan-Ku." Ia berkata, "Maka siapakah di antara hamba-hamba-Mu yang paling adil?" Ia berfirman, "Orang yang memutuskan dengan kebenaran dan tidak mengikuti hawa nafsu." Ia berkata, "Wahai Tuhanku, siapakah di antara hamba-hamba-Mu yang paling berilmu?" Ia berfirman, "Orang yang mencari ilmu manusia untuk ditambahkan kepada ilmunya, semoga ia mendapatkan kalimat yang menunjukkannya kepada petunjuk, atau yang mengembalikannya dari kesesatan." Ia berkata, "Wahai Tuhanku, apakah ada di bumi ini seseorang—Abu Ja`far berkata: aku mengira ia berkata: yang lebih berilmu dariku?" Ia berfirman, "Ya." Ia berkata, "Wahai Tuhanku, siapakah dia?" Ia berfirman, "Al-Khidr." Ia berkata, "Dan di mana aku dapat mencarinya?" Ia berfirman, "Di tepi pantai, di dekat batu karang tempat ikan itu terlepas."] Ia berkata: Maka Musa pergi mencarinya hingga terjadilah apa yang disebutkan oleh Allah `Azza wa Jalla. Dan Musa sampai kepadanya di dekat batu karang itu, lalu keduanya saling memberi salam. Maka Musa berkata kepadanya, "Sesungguhnya aku ingin agar engkau menerimaku sebagai sahabatmu." Ia berkata, "Engkau tidak akan sanggup bersahabat denganku." Ia berkata, "Bahkan aku sanggup." Ia berkata, "Maka jika engkau bersahabat denganku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu." Maka keduanya pergi, hingga tatkala keduanya menaiki perahu, al-Khidr melubanginya. Musa berkata, "Apakah engkau melubangi perahu itu untuk menenggelamkan penumpangnya? Sesungguhnya engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar." Ia berkata, "Bukankah aku telah katakan, `Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku.`" Ia berkata, "Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebaniku dengan kesukaran dalam urusanku." Maka keduanya pergi, hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka al-Khidr membunuhnya. Musa berkata, "Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih ini, bukan karena ia membunuh orang lain? Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang mungkar," hingga firman-Nya, "niscaya engkau mengambil upah untuk itu." Ia berkata: Maka perkataan Musa tentang dinding itu adalah untuk dirinya sendiri dan untuk mencari sesuatu dari dunia, dan perkataannya tentang perahu dan tentang anak muda itu adalah karena Allah `Azza wa Jalla. "Ia berkata, `Inilah perpisahan antara aku dan engkau; kelak akan kuberitahukan kepadamu maksud perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya." Lalu al-Khidr memberitahukan kepadanya apa yang Allah firmankan: "Adapun perahu itu, adalah kepunyaan orang-orang miskin—ayat—, "Dan adapun anak muda itu—ayat—, "Dan adapun dinding itu—ayat—." Ia berkata: Maka al-Khidr pergi bersamanya di laut hingga ia membawanya ke pertemuan dua lautan, dan tidak ada di bumi ini tempat yang lebih banyak airnya daripada tempat itu. Ia berkata: Dan Tuhanmu mengutus burung al-Khuththaf, lalu burung itu mulai mengambil air darinya dengan paruhnya. Lalu al-Khidr berkata kepada Musa, "Menurutmu, berapa banyak yang diambil oleh burung al-Khuththaf ini dari air ini?" Ia berkata, "Sedikit sekali yang diambilnya!" Ia berkata, "Wahai Musa, sesungguhnya ilmuku dan ilmumu dibandingkan dengan ilmu Allah seperti kadar apa yang diambil oleh burung al-Khuththaf ini dari air ini." Dan Musa `alaihissalam telah berkata dalam hatinya bahwa tidak ada seorang pun yang lebih berilmu darinya, atau ia mengatakannya, maka karena itulah ia diperintahkan untuk mendatangi al-Khidr.

Ibnu Humayd meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Salamah meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ishaq meriwayatkan kepadaku, dari al-Hasan bin `Umarah, dari al-Hakam bin `Utaibah[16], dari Sa`id bin Jubair, ia berkata: Aku duduk di sisi Ibnu `Abbas, dan di sisinya ada beberapa orang dari ahli kitab. Lalu sebagian dari mereka berkata, "Wahai Abu al-Abbas, sesungguhnya Nauf, putra istri Ka`b, menyebutkan dari Ka`b bahwa Musa Nabi `alaihissalam yang mencari orang yang berilmu itu, sesungguhnya dia adalah Musa bin Minsya[17]."

 Sa`id berkata: Maka Ibnu `Abbas berkata, "Apakah Nauf yang mengatakan hal ini?" Sa`id berkata: Aku berkata kepadanya, "Ya, aku mendengar Nauf mengatakan hal itu." Ia berkata, "Apakah engkau mendengarnya, wahai Sa`id?" Ia berkata: Aku berkata, "Ya." Ia berkata, "Nauf telah berdusta." Kemudian Ibnu Abbas berkata, "Ubay bin Ka`b meriwayatkan kepadaku dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam bahwa Musa Bani Israil bertanya kepada Tuhannya Tabaraka wa Ta`ala, lalu ia berkata, `Wahai Tuhanku, jika ada di antara hamba-hamba-Mu seseorang yang lebih berilmu dariku, maka tunjukkanlah aku kepadanya.` Maka Allah berfirman kepadanya, `Ya, di antara hamba-hamba-Ku ada yang lebih berilmu darimu.` Kemudian Allah menyebutkan tempatnya kepadanya, dan mengizinkannya untuk menemuinya. Maka Musa `alaihissalam pergi dan bersamanya pelayannya, dan bersamanya seekor ikan yang diasinkan. Dan telah dikatakan kepadanya, `Jika ikan ini hidup di suatu tempat, maka sahabatmu ada di sana, dan engkau telah mendapatkan keperluanmu.`

Maka Musa `alaihissalam dan pelayannya pergi, dan bersamanya ikan itu yang mereka bawa. Lalu Musa berjalan hingga kelelahan karena perjalanan itu, dan ia sampai di batu karang dan di air itu, dan air itu adalah air kehidupan. Barangsiapa yang meminumnya, maka ia akan kekal, dan tidaklah sesuatu yang mati mendekatinya kecuali kehidupan akan menghampirinya dan ia akan hidup. Maka ketika keduanya singgah di suatu tempat dan ikan itu terkena air, ikan itu pun hidup, lalu ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan ajaib, lalu ikan itu pergi. Maka ketika keduanya telah melewati tempat itu, Musa berkata kepada pelayannya, "`Bawalah kemari makanan kita, sesungguhnya kita telah merasa lelah karena perjalanan kita ini.`"1 Pelayan itu berkata dan teringat, "`Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu karang itu, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tiadalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali syaitan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.`"2 Ibnu `Abbas berkata: Dan Musa muncul di atas batu karang itu hingga keduanya sampai kepadanya. Tiba-tiba ada seorang laki-laki yang terbungkus dalam kainnya. Lalu Musa memberi salam kepadanya, lalu ia menjawab salamnya, kemudian berkata kepadanya, "Dan siapakah engkau?" Ia berkata, "Aku Musa bin `Imran." Ia berkata, "Sahabat Bani Israil?" Ia berkata, "Ya, aku orangnya." Ia berkata, "Dan apa yang membawamu ke bumi ini? Sesungguhnya engkau memiliki kesibukan di kaummu!" Musa berkata kepadanya, "Aku datang kepadamu agar engkau mengajariku dari apa yang telah diajarkan kepadamu berupa petunjuk." Ia berkata, "Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku," dan ia adalah seorang laki-laki yang beramal dengan ilmu ghaib, ia telah mengetahui hal itu. Maka Musa berkata, "Bahkan aku sanggup." Ia berkata, "Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?" Yaitu, sesungguhnya engkau hanya mengetahui lahiriah apa yang engkau lihat berupa keadilan, dan engkau belum meliputi ilmu ghaib yang aku ketahui. "Ia berkata, `Insya Allah engkau akan mendapatiku sebagai orang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun,` dan meskipun aku melihat apa yang bertentangan denganku. Ia berkata, "Jika engkau mengikutiku, maka janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu", yaitu janganlah engkau menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun meskipun engkau mengingkarinya sampai aku sendiri yang menerangkan kepadamu tentang hal itu, yaitu memberitahukan kepadamu.

Maka keduanya pergi berjalan di tepi pantai, mencari tumpangan kepada orang-orang, mencari orang yang mau membawa mereka hingga sebuah perahu yang baru dan kokoh melewati mereka. Belum pernah ada sesuatu pun dari perahu-perahu yang melewati mereka yang lebih bagus, lebih indah, dan lebih kokoh darinya. Lalu keduanya meminta kepada pemilik perahu itu agar membawa mereka, lalu mereka membawanya. Maka tatkala keduanya telah merasa tenang di dalamnya, dan perahu itu berlayar membawa mereka bersama penumpangnya, al-Khidr mengeluarkan minqar (alat untuk memahat) dan palu miliknya, kemudian ia menuju ke salah satu sisi perahu itu, lalu ia memukulnya dengan minqar itu hingga melubanginya. Kemudian ia mengambil sebilah papan lalu menutup lubang itu dengannya, kemudian ia duduk di atasnya untuk menambalnya. Musa berkata kepadanya, "Maka adakah perkara yang lebih mengerikan dari ini! `Apakah engkau melubangi perahu itu untuk menenggelamkan penumpangnya? Sungguh engkau telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar!` Mereka telah membawa kita dan menempatkan kita di dalam perahu mereka, dan tidak ada di laut ini perahu yang seperti perahu mereka, lalu mengapa engkau melubanginya!" Ia berkata, "Bukankah aku telah katakan, `Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku?` Ia berkata, `Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku,` yaitu karena aku meninggalkan janjiku, `dan janganlah engkau membebaniku dengan kesukaran dalam urusanku.` Kemudian keduanya keluar dari perahu itu, lalu keduanya pergi hingga keduanya sampai kepada penduduk suatu perkampungan. Maka keduanya melihat anak-anak kecil yang sedang bermain, di antara mereka ada seorang anak kecil yang tidak ada di antara anak-anak itu seorang anak pun yang lebih menarik, lebih mewah, dan lebih tampan darinya. Lalu al-Khidr memegang tangannya, dan mengambil batu, lalu memukul kepala anak itu dengan batu itu hingga memecahkannya dan membunuhnya. Ia berkata: Maka Musa melihat perkara yang mengerikan yang tidak dapat ia sabar atasnya, seorang anak kecil yang dibunuhnya tanpa ada kesalahan dan dosa yang dilakukannya! Maka ia berkata, "`Mengapa engkau membunuh jiwa yang bersih, bukan karena ia membunuh orang lain?,` yaitu anak kecil, bukan karena ia membunuh orang lain, `Sungguh engkau telah melakukan sesuatu yang mungkar.` Ia berkata, `Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan dapat sabar bersamaku?` Ia berkata, `Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah engkau memperbolehkan aku menyertaimu3 lagi, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur kepadaku,` yaitu engkau telah diberi uzur dalam perkaraku. `Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu, tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka al-Khidr menegakkannya.` Maka ia merobohkannya kemudian duduk untuk membangunnya. Maka Musa merasa jengkel dengan apa yang ia lihat berupa kesusahan yang dilakukannya yang tidak dapat ia sabar atasnya, maka ia berkata, "`Jikalau engkau mau, niscaya engkau dapat meminta upah untuk itu,` yaitu kita telah meminta dijamu kepada mereka tetapi mereka tidak menjamu kita, dan kita meminta tumpangan kepada mereka tetapi mereka tidak memberi kita tumpangan, kemudian engkau duduk melakukan pekerjaan tanpa imbalan, padahal jika engkau mau, niscaya engkau akan diberi upah atas pekerjaan itu." "*Ia berkata, `Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; kelak akan kuberitahukan kepadamu maksud perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya. Adapun perahu itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan6 merusakkan perahu itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap perahu”—dan dalam qira`ah Ubay bin Ka`b: tiap-tiap perahu yang baik—"dengan paksa", dan sesungguhnya aku merusaknya untuk mencegah raja itu mengambilnya, maka perahu itu selamat darinya ketika ia melihat cacat yang aku buat padanya. "Adapun anak muda itu, maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan1 kekafiran. Dan kami menghendaki supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya daripada anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya). Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan3 bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh"—hingga—"yang4 kamu tidak dapat sabar terhadapnya."

Maka Ibnu `Abbas berkata: Harta benda simpanan itu bukanlah harta benda melainkan ilmu.

Ibnu Humayd meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Salamah meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Muhammad bin Ishaq meriwayatkan kepadaku, dari al-Hasan bin `Umarah, dari ayahnya, dari `Ikrimah[18], ia berkata: Dikatakan kepada Ibnu `Abbas: "Kami tidak mendengar pelayan Musa disebut-sebut dalam hadits padahal ia bersamanya!" Maka Ibnu `Abbas berkata sebagaimana yang ia ketahui dari hadits pelayan itu, ia berkata: Pelayan itu minum dari air kekekalan, lalu ia menjadi kekal, lalu orang alim itu mengambilnya dan menempatkannya di dalam perahu, kemudian melepaskannya di laut, maka sesungguhnya perahu itu terombang-ambing olehnya hingga hari kiamat, dan itu karena ia tidak diperbolehkan untuk meminumnya, lalu ia meminumnya.

Bisyr bin Mu`adz[19] meriwayatkan kepada kami, ia berkata: Yazid[20] meriwayatkan kepada kami, dari Syu`bah[21], dari Qatadah[22], firman-Nya: "Maka tatkala keduanya sampai ke pertemuan dua laut itu, mereka lalai akan ikannya", disebutkan kepada kami bahwa Nabi Allah, Musa, ketika menyeberangi laut dan Allah menyelamatkannya dari (kejaran) keluarga Fir`aun, ia mengumpulkan Bani Israil lalu berkhutbah kepada mereka, ia berkata: "Kalian adalah sebaik-baik penduduk bumi dan yang paling berilmu di antara mereka, Allah telah membinasakan musuh kalian, dan membelah lautan untuk kalian, dan menurunkan Taurat kepada kalian," ia berkata: Maka dikatakan kepadanya: "Sesungguhnya di sini ada seorang laki-laki yang lebih berilmu darimu," ia berkata: Maka Musa dan pelayannya, Yusya` bin Nun, pergi mencarinya, lalu keduanya membekali diri dengan ikan asin di dalam keranjang milik mereka, dan dikatakan kepada mereka: "Jika kalian melupakan apa yang kalian bawa, maka kalian akan menjumpai seorang laki-laki alim yang bernama al-Khidr," maka ketika keduanya sampai di tempat itu, Allah mengembalikan ruh kepada ikan itu, lalu ikan itu membuat terowongan baginya dari keranjang hingga sampai ke laut, kemudian ikan itu berenang dan ia membuat setiap jalan yang dilaluinya menjadi air yang membeku, ia berkata: Dan Musa dan pelayannya pergi, Allah `Azza wa Jalla berfirman: "*Maka tatkala mereka berdua telah melewati (tempat itu), berkatalah Musa kepada pelayannya, `Bawalah kemari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa lelah karena perjalanan kita ini.`"—hingga firman-Nya—"Dan Kami telah mengajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami." Lalu keduanya menjumpai seorang laki-laki alim yang bernama al-Khidr. Maka disebutkan kepada kami bahwa Nabi Allah berkata: "Sesungguhnya ia dinamakan al-Khidr karena ia duduk di atas farwah yang putih lalu farwah itu berguncang di bawahnya menjadi hijau."

Inilah hadits-hadits yang telah kami sebutkan dari Rasulullah shallallahu `alaihi wa sallam dan dari para salaf dari kalangan ahli ilmu yang mengabarkan bahwa al-Khidr hidup sebelum Musa dan pada masanya, dan menunjukkan kesalahan perkataan orang yang berkata: "Sesungguhnya ia adalah Urmiya bin Khalqiya," karena Urmiya hidup pada masa Bukhtanashshar, dan antara masa Musa dan Bukhtanashshar dari segi waktu adalah sesuatu yang tidak diragukan lagi kadarnya oleh orang-orang yang berilmu tentang hari-hari manusia dan berita-berita mereka. Dan sesungguhnya kami mendahulukan penyebutannya dan penyebutan kabarnya karena ia hidup pada masa Afridun sebagaimana yang dikatakan, meskipun ia—berdasarkan hadits-hadits yang telah disebutkan tentang perkaranya dan perkara Musa serta pelayannya—menjumpai masa Manushihr dan kekuasaannya, dan itu karena Musa sesungguhnya diutus pada masa Manushihr, dan kekuasaan Manushihr adalah setelah kekuasaan kakeknya, Afridun, maka semua yang kami sebutkan berupa berita-berita orang yang telah kami sebutkan beritanya sejak masa Ibrahim hingga berita tentang al-Khidr `alaihissalam, maka sesungguhnya itu semua—sebagaimana yang disebutkan—terjadi pada masa kekuasaan Biwarasab[23] dan Afridun, dan kami telah menyebutkan sebelumnya berita-berita tentang usia keduanya dan jumlahnya serta masa hidup masing-masing dari keduanya.

Dan sekarang kita kembali kepada berita tentang:



[1] `Abd al-Rahman bin `Abdallah bin `Abd al-Hakam, wafat 257 H/871 M. Seorang ahli hukum Maliki dan sejarawan terkemuka tentang penaklukan Muslim atas Mesir dan Maghrib. Lihat Geschichte der arabischen Litteratur (GAL), 1, 148, Suppl. 1, 227; B. Dodge (ed.), The Fihrist of al-Nadim, II, 940.

[2] Damrah bin Rabiah, wafat 202 H/817-818 M, seorang perawi hadis yang terpercaya, menurut Ibn Sa`d di dalam Kitab al-Tabaqat al-Kabir, VII/2,173.

[3] Ubayy bin Ka`b, wafat 21 H/642 M, sahabat Nabi dan salah satu perawi hadits tertua. Lihat Ibnu Sa`d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, III, 2, 59; Geschichte des arabischen Schrifttums (GAS), I, 3, 5, 14, 29, 404; Kh. al-Zirikli, al-A`lam, I, 78; B. Dodge (ed.), The Fihrist of al-Nadim, II, 1116.

 

[4] Sufyan bin `Uyaynah bin Abi `Imran, Abu Muhammad, 107-199 H/725-814 M, seorang ulama Al-Qur`an dan hukum, terkenal karena ketaqwaannya. Lihat Ibnu Sa`d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, VI, 364-65; B. Dodge (ed.), The Fihrist of al-Nadim, II, 1103.

 

[5] `Amr bin Dinar, 46-126 H/666-743 M, seorang ahli hukum di Mekkah keturunan Persia dan perawi hadits yang terpercaya. Lihat Ibn Hajar al-`Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib, V, 30; Kh. al-Zirikli, al-A`lam, V, 245; Geschichte des arabischen Schrifttums (GAS), I, 800.

 

[6] Sa`id bin Jubayr al-Asadi, Abu `Abdallah, 45-95 H/665-714 M. Belajar dengan Ibnu `Abbas dan Abdullah bin Umar. Salah satu yang paling berilmu dan penting dari generasi setelah Nabi. Salah satu komentator Al-Qur`an terawal. Dieksekusi oleh al-Hajjaj. Lihat Ibnu Sa`d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, VI, 178-87; Geschichte des arabischen Schrifttums (GAS), I, 28-29; B. Dodge (ed.), The Fihrist of al-Nadim, II, 1089.

 

[7] Abdullah bin Abbas, biasanya dikenal sebagai Ibnu `Abbas, sekitar 69-88 H/620-687 M. Sepupu Nabi, terlibat dalam kehidupan politik komunitas Muslim awal tetapi terkenal karena pengetahuannya tentang hadits, hukum, dan tafsir Al-Qur`an. Ia merupakan figur kontroversial dalam kehidupan politiknya, dan banyak hadits palsu yang dikaitkan kepadanya; lihat catatan kaki 237, di bawah. Lihat Encyclopaedia of Islam (EP), s.v. "`Abd Allah b. al-`Abbas", 40-41. Lihat juga G. H. A. Juynboll, The Authenticity of the Tradition Literature, untuk diskusi Muslim modern tentang isu ini.

 

[8] Nawf al-Bikali bin Fadalah al-Himyari, putra istri Ka`b al-Ahbar, wafat sekitar 95 H/714 M, seorang ahli hadits yang disebutkan dalam dua Shahih dan perawi qisas (cerita). Lihat Ibnu Sa`d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, VII/2, 160; Kh. al-Zirikli, al-A`lam, IX, 31.Ia dipanggil Nauf al-Bikali karena dinisbatkan kepada suku Bikalah atau Bikal, salah satu suku Himyar. Dikatakan bahwa Ibu Nauf setelah suaminya meninggal atau berpisah darinya, menikah dengan Ka`bul Ahbar. Dia adalah sahabat sekaligus penjaga Imam Ali RA. Nawf berpendapat bahwa Musa yang bertemu Khidir adalah Musa bin Manasye bin Yusuf AS, dan pendapat inilah yang mendekati kenyataan jika di analisa dengan masa berkuasanya Haddad bin Badad raja Edom yang mau merampas kapal yang kemudian di lubangi Khidir.

[9] Al-Awzi`i, Abd al-Rahman bin Amr bin Yuhmid, yang dikenal sebagai Abu `Amr, 88-157 H / 707-774 M, pendiri mazhab hukum Awzi`i, yang disukai oleh Umayyah di Suriah dan Spanyol. Ia menyampaikan dari Qatadah dan al-Zuhri. Lihat F. Sezgin dalam Geschichte des arabischen Schrifttums, I, 116-117; Brockelmann dalam Geschichte der arabischen Litteratur, Suppl. 1, 307; Kh. al-Zirikli di dalam karyanya al-A`lam, IV, 94.

 

[10] Al-Zuhri, Muhammad bin Muslim bin `Ubaydallah bin `Abdallah bin Shihab, Abu Bakr, sekitar 50-124 H/670-742 M. Seorang ahli hadits, sejarawan, dan pakar puisi, ia memainkan peran utama dalam transmisi dan pengorganisasian hadits nabawi berdasarkan kontak pribadi dengan mata rantai terawal dalam rantai perawi. Geschichte des arabischen Schrifttums (GAS), I, 280-83; Geschichte der arabischen Litteratur (GAL), I, 65, Suppl. I, 102.

 

[11] `Ubaydallah bin `Abdallah bin `Uthah bin Mas`ud al-Hudhali, Abu `Abdallah, wafat 98 H/716 M. Seorang ahli hukum Madinah dan penyair terkenal, ia adalah guru khalifah Umar II. Kh. al-Zirikli, al-A`lam, IV, 350.

[12] Al-Hajjaj bin al-Minhal al-Anamati, Abu Muhammad, wafat 217 H/832 M, seorang perawi hadits yang terpercaya. Meninggal di Basrah. Ibnu Sa`d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, VII/2, 53.

 

[13] Yunus bin Yazid bin Abi al-Nijad al-Ayli, Abu Yazid, wafat sekitar 158 H/775 M. Seorang murid dan perawi al-Zuhri. Lihat Ibnu Sa`d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, VII/2, 206; Geschichte des arabischen Schrifttums (GAS), I, 519.

 

[14] Muhammad bin Sa`d bin Mani` al-Basri, Abu `Abdallah, Katib al-Waqidi, 168-230 H/784-845 M. Karya utamanya, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, adalah salah satu sumber utama untuk kehidupan Nabi dan untuk para ahli hadits utama hingga tahun kematiannya. Geschichte des arabischen Schrifttums (GAS), I, 300-301; Geschichte der arabischen Litteratur (GAL), I, 136, Suppl. I, 208; B. Dodge (ed.), The Fihrist of al-Nadim, II, 1058.

[15] Ya`qub bin `Abdallah al-Ash`ari al-Qummi, hanya disebutkan namanya, Ibnu Sa`d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, VII/2,111

 

[16] Al-Hakam bin Utaybah al-Asadi (al-Kindi), yang dikenal sebagai Abu Abdallah, wafat 113 H / 731 M. Lihat F. Sezgin dalam Geschichte des arabischen Schrifttums, I, 65; Ibn Sa`d dalam Kitab al-Tabaqat, VI, 231.

[17] Musa bin Misha bin Yusuf. Menurut al-Tha`labi, Qisas al-Anbiya`, 126, dan Ibnu al-Athir, (judul kitab tidak diberikan), I, 160, sementara beberapa orang Israel mengira bahwa dialah, bukan Musa bin Imran, yang merupakan sahabat al-Khidr, para ulama pada umumnya berpendapat bahwa itu adalah Musa bin Imran. Al-Tha`labi menyatakan bahwa Musa bin Misha adalah seorang utusan, yang menyeru bangsanya kembali kepada ibadah kepada Tuhan dan menjalankan perintah-perintah-Nya dua ratus tahun sebelum kelahiran Musa bin Imran.

[18] Ikrimah bin Abdullah al-Barbahari al-Madani, Abu Abdullah, 25-105 H/645-723 M. Seorang budak Ibnu `Abbas, kemudian dibebaskan, ia menjadi ahli dalam kehidupan Nabi, Al-Qur`an, dan maghazi. Geschichte des arabischen Schrifttums (GAS), I, 23, 24, 26, 81, 91, 243, 285; Geschichte der arabischen Litteratur (GAL), Suppl. I, 691; Ibnu Sa`d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, V, 212-16; Kh. al-Zirikli, al-A`lam, V, 43-44.

 

[19] Bishr bin Mu`adz al-`Aqadi al-Basri, Abu Sahl, wafat sekitar 145 H/759 M. Seorang otoritas hadits, yang mengajar al-Tabari. Ibn Hajar al-`Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib, I, 458; Geschichte des arabischen Schrifttums (GAS), I, 32, 91.

 

[20] Yazid bin Harun bin Zadan al-Wasiti, Abu Khalid, 118-206 H/736-821 M. Seorang mawali dari Bani Sulaim, ia menulis tafsir Al-Qur`an dan seorang ahli hadits. Geschichte des arabischen Schrifttums (GAS), I, 401; Ibn Hajar al-`Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib, XI, 366-69; Ibnu Sa`d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, VII/2, 62; Kh. al-Zirikli, al-A`lam, II, 247; B. Dodge (ed.), The Fihrist of al-Nadim, II, 1127.

 

[21] Syu`bah bin al-Hajjaj bin al-Ward al-`Ataki al-Azdi, Abu Bisyr, 82-160 H/701-776 M. Salah satu ahli hadits terawal yang mengurutkannya secara sistematis dan memperlakukan biografi para ahli hadits dengan cara yang ilmiah. Geschichte des arabischen Schrifttums (GAS), I, 92; Ibnu Sa`d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, VII/2, 60-118/280-81; Kh. al-Zirikli, al-A`lam, II, 141-42; B. Dodge (ed.), The Fihrist of al-Nadim, II, 1100.

 

[22] Qatadah bin Di`amah bin Qatadah al-Sadusi, Abu al-Khattab, 60-119 H/679-736 M. Buta sejak lahir, terkenal karena ingatannya di bidang leksikografi, tafsir Al-Qur`an, hukum, puisi, silsilah, dan sejarah, ia menerima hadits dari sahabat Nabi seperti Anas bin Malik dan memberi nama Mu`tazilah. Ibnu Sa`d, Kitab al-Tabaqat al-Kabir, VII/1, 129-31; Ibn Hajar al-`Asqalani, Tahdhib al-Tahdhib, VIII, 351-56; Geschichte des arabischen Schrifttums (GAS), I, 31-32; Encyclopaedia of Islam (EP), s.v. "Katada b. Di`ama."

[23] Biwarasb, Middle Persian Biwarasp, secara harfiah berarti "memiliki sepuluh ribu kuda" (lihat Justi, op. cit., 60-61), adalah nama lain untuk al-Dahhak (lihat catatan 4 di atas, dan al-Tabari, I, 201-210; terjemahan Brinner, hlm. 110). Nama ini tidak tercantum dalam Avestan, tetapi dapat dicatat bahwa dalam Yast 5, 28-31, Azi Dahaka adalah sosok dalam sejarah mitologis Iran, yang mengorbankan "seratus kuda, seribu sapi, dan sepuluh ribu domba" kepada Anahita untuk memperoleh keinginannya.