Daftar Kitab

39. Raja-raja Persia yang Memerintah Wilayah Babilonia dan Timur setelah Kai Ka`us

Abu Ja`far berkata: "Sekarang kita kembali kepada kisah tentang siapa yang memerintah wilayah Babilonia dan Timur dari raja-raja Persia setelah Kai Ka`us.[1]"

Setelah Kai Ka`us bin Zagh bin Yugyah, yang memerintah adalah Kai Khusrau bin Kabiyah bin Kai Ka`us sang raja.

Disebutkan bahwa ia berkata pada hari penobatannya, "Sesungguhnya Allah telah menyerahkan bumi dan seisinya kepada kita agar kita mengabdi kepada-Nya di dalamnya." Ia membunuh beberapa pembesar negeri di sekitarnya, melindungi negeri dan rakyatnya dari musuh di sekitar mereka agar tidak mengambil sesuatu pun darinya. Ia tinggal di Balkh. Ia memiliki seorang putra yang tidak ada bandingannya di zamannya dalam hal ketampanan, kesempurnaan, dan keelokan fisiknya. Ia menamainya Siawakhsy[2]. Ia menitipkannya kepada Rustam Asy-Syadid[3] bin Dastan bin Nariman bin Judank bin Karsyāsb bin Athrat bin Sahm bin Nariman, panglima tertinggi Sistan[4] dan sekitarnya sebelum itu, untuk mengasuh dan menjaganya. Ia berpesan kepadanya tentang (Siawakhsy). Maka Rustam pun menerimanya, lalu membawanya ke tempat kerjanya di Sistan. Rustam mengasuhnya. Ia selalu menggendongnya dan mencarikan untuknya pengasuh dan perawat terbaik ketika ia masih kecil, hingga ketika ia telah besar, ia mengumpulkan guru-guru untuknya. Ia memilihkan guru-guru terbaik untuk mengajarnya.

Hingga ketika ia telah mampu menunggang kuda, ia mengajarkannya berkuda. Hingga ketika ia telah menguasai berbagai ilmu dan mahir dalam berkuda, ia membawanya kepada ayahnya sebagai seorang laki-laki yang sempurna. Ayahnya, Kai Ka`us, mengujinya, lalu ia mendapati (Siawakhsy) menguasai semua yang ia inginkan dan mahir, maka ia pun senang dengannya. Kai Ka`us menikahi -sebagaimana yang disebutkan- anak perempuan Afrasiyab[5], raja Turk. Dikatakan bahwa ia adalah anak perempuan raja Yaman, namanya adalah Sudābah, dan ia adalah seorang penyihir. Ia mencintai Siawakhsy dan mengajaknya untuk (bersetubuh) dengannya, namun ia menolaknya. Disebutkan kisah tentang mereka yang akan memperpanjang kitab ini jika disebutkan, namun akhirnya urusan mereka dalam hal itu -sebagaimana yang diceritakan kepadaku- adalah bahwa Sudābah -karena melihat penolakan Siawakhsy atas apa yang ia inginkan darinya dari perbuatan keji itu- terus menghasut ayahnya, Kai Ka`us, hingga ia berubah (sikapnya) kepada anaknya, Siawakhsy.

Maka Siawakhsy meminta Rustam untuk meminta kepada ayahnya, Kai Ka`us, agar mengutusnya untuk memerangi Afrasiyab karena ia tidak memberikan sebagian dari apa yang telah ia janjikan ketika ia menikahkan putrinya dengannya, dan telah terjadi perjanjian antara ia (Afrasiyab) dan ia (Kai Ka`us). Siawakhsy menginginkan hal itu agar ia dapat menjauh dari ayahnya, Kai Ka`us, dan menyingkir dari tipu daya istrinya, Sudābah[6]. Maka Rustam pun melakukannya. Ia meminta izin kepada ayahnya (Kai Ka`us) untuk (Siawakhsy) dalam hal yang ia minta, dan ia menyertakan pasukan yang banyak bersamanya. Maka Siawakhsy pun berangkat ke negeri Turk untuk menemui Afrasiyab. Ketika ia sampai kepadanya (Afrasiyab), terjadilah perjanjian damai antara keduanya. Siawakhsy menulis surat kepada ayahnya untuk memberitahukannya tentang perjanjian damai yang terjadi antara ia dan Afrasiyab. Maka ayahnya menulis surat kepadanya, memerintahkannya untuk memerangi Afrasiyab dan melancarkan perang jika ia tidak mau memenuhi apa yang telah ia sepakati dengannya.

Maka Siawakhsy melihat bahwa jika ia melakukan apa yang diperintahkan oleh ayahnya untuk memerangi Afrasiyab setelah terjadi perjanjian damai dan gencatan senjata antara keduanya, sementara Afrasiyab tidak melanggar apa pun dari perjanjian itu, (hal itu) akan menjadi aib, kekurangan, dan dosa baginya. Maka ia pun menolak untuk melaksanakan perintah ayahnya dalam hal itu. Ia merasa bahwa semua itu disebabkan oleh istri ayahnya yang telah mengajaknya untuk (bersetubuh) dengannya, namun ia menolaknya. Maka ia pun cenderung untuk melarikan diri dari ayahnya. Ia mengirim surat kepada Afrasiyab untuk meminta jaminan keamanan darinya dan bergabung dengannya, serta meninggalkan ayahnya. Maka Afrasiyab pun mengabulkan permintaannya. Dan utusan antara keduanya dalam hal itu -dikatakan- adalah seorang laki-laki dari Turk dari kalangan pembesar mereka yang bernama Piran[7] bin Wisghan.

Maka ketika Siawakhsy melakukan hal itu, ia meninggalkan pasukan ayahnya, Kai Ka`us, yang bersamanya. Ketika Siawakhsy sampai kepada Afrasiyab, ia memberinya tempat tinggal dan memuliakannya. Ia menikahkannya dengan anak perempuannya yang bernama Wisfafrid[8], yaitu ibu Kai Khusrau[9]. Ia terus memuliakannya hingga ia melihat akhlak, kecerdasan, kesempurnaan, kegagahan, dan keberanian Siawakhsy sehingga ia merasa takut kerajaannya (akan direbut) olehnya. Maka hal itu membuatnya membencinya. Yang menambah kebenciannya adalah hasutan dua orang anaknya dan saudaranya yang bernama Kidar[10] bin Fashinjan[11] untuk memburuk-burukkan Siawakhsy di hadapannya, karena mereka iri hati kepadanya dan takut kerajaannya (akan direbut) olehnya, hingga mereka dapat membunuhnya. Disebutkan sebab mereka dapat membunuhnya, (yaitu) suatu urusan yang panjang untuk dijelaskan, namun intinya mereka membunuhnya dan menyiksanya.

Istrinya, anak perempuan Afrasiyab, sedang hamil darinya, (yaitu) dengan anaknya, Kai Khusrau. Maka mereka mencari cara untuk menggugurkan kandungannya, namun (kandungannya) tidak gugur. Dan Piran yang telah mengusahakan perjanjian damai antara Afrasiyab dan Siawakhsy, ketika ia mengetahui apa yang dilakukan oleh Afrasiyab dengan membunuh Siawakhsy, ia mengingkari perbuatannya itu dan takut akan akibat pengkhianatan itu, dan ia takut akan tuntutan balas dendam dari ayahnya (Siawakhsy), Kai Ka`us, dan dari Rustam. Ia (Piran) meminta (kepada Afrasiyab) agar menyerahkan anak perempuannya, Wisfafrid, kepadanya untuk berada di sisinya hingga ia melahirkan anak yang ada dalam kandungannya, lalu ia akan membunuhnya.

Maka Afrasiyab pun melakukannya. Maka ketika ia (Wisfafrid) telah melahirkan, Piran merasa kasihan kepadanya dan kepada anaknya itu, maka ia tidak jadi membunuhnya dan merahasiakan urusannya hingga anak itu dewasa.

Kai Ka`us mengutus -sebagaimana yang disebutkan- Bai[12] bin Judarz[13] ke negeri Turk. Ia memerintahkannya untuk mencari anak yang dilahirkan oleh istri anaknya, Siawakhsy, dan membawanya kepadanya jika ia telah menemukannya bersama ibunya. Maka Bai pun berangkat. Ia terus mencari berita tentang anak itu dengan menyamar selama beberapa waktu, namun ia tidak mengetahui kabarnya dan tidak ada seorang pun yang memberitahukannya.

Kemudian setelah itu ia menemukan kabarnya, lalu ia mengatur siasat untuknya dan ibunya hingga ia mengeluarkan keduanya dari negeri Turk menuju Kai Ka`us. Kai Ka`us -sebagaimana yang disebutkan- ketika mendengar tentang terbunuhnya anaknya, ia mengutus beberapa panglima perangnya, di antara mereka adalah Rustam bin Dastan Asy-Syadid dan Thus bin Nudhran. Mereka berdua adalah orang-orang yang pemberani dan kuat. Mereka membunuh dan menawan banyak orang Turk, dan mereka memerangi Afrasiyab dengan peperangan yang sengit. Rustam membunuh Syahr dan Syahrah, kedua anak Afrasiyab, dengan tangannya sendiri. Dan Thus membunuh Kandar, saudara Afrasiyab, dengan tangannya sendiri.

Dan disebutkan bahwa setan-setan ditundukkan untuk Kai Ka`us. Sebagian ulama yang mengetahui kisah orang-orang terdahulu mengatakan bahwa setan-setan yang tunduk kepadanya hanyalah karena perintah Sulaiman bin Dawud kepada mereka untuk taat kepadanya. Dan Kai Ka`us memerintahkan setan-setan untuk membangun untuknya sebuah kota yang ia beri nama Kankdiz, dan dikatakan (juga): Kai Qazun. Panjangnya -sebagaimana yang mereka katakan- adalah delapan ratus farsakh. Ia memerintahkan mereka untuk membangun di atasnya tembok dari timah, tembok dari besi, tembok dari tembaga, tembok dari tanah liat, tembok dari perak, dan tembok dari emas. Setan-setan itu memindahkannya (kota itu) di antara langit dan bumi, beserta apa yang ada di dalamnya dari hewan ternak, harta benda, uang, dan manusia. Mereka mengatakan bahwa Kai Ka`us tidak suka berbicara ketika ia sedang makan dan minum.

Kemudian Allah mengutus orang-orang untuk menghancurkan kota yang ia bangun itu. Maka Kai Ka`us memerintahkan setan-setan untuk mencegah orang-orang yang ingin menghancurkannya, namun mereka tidak sanggup melakukannya. Maka ketika Kai Ka`us melihat bahwa setan-setan itu tidak sanggup mencegahnya, ia menyerang mereka, lalu membunuh para pemimpin mereka. Dan Kai Ka`us -sebagaimana yang disebutkan- adalah (seorang yang) selalu menang, tidak ada seorang raja pun yang melawannya kecuali ia akan mengalahkannya dan menaklukkannya. Ia terus seperti itu hingga ia berniat -karena telah mendapatkan kemuliaan dan kerajaan, dan ia tidak menginginkan sesuatu kecuali ia akan mendapatkannya- untuk naik ke langit.

Telah diceritakan dari Hisyam bin Muhammad bahwa ia berangkat dari Khurasan hingga ia sampai di Babilonia. Ia berkata, "Tidak ada sesuatu pun yang tersisa dari bumi kecuali aku telah menguasainya. Aku harus mengetahui urusan langit, bintang-bintang, dan apa yang ada di atasnya." Dan Allah memberinya kekuatan yang dengannya ia dan orang-orang yang bersamanya naik ke udara hingga mereka sampai ke awan. Kemudian Allah mencabut kekuatan itu dari mereka, maka mereka pun jatuh dan binasa. Ia selamatkan dirinya sendiri. Pada hari itu ia berbuat hal baru. Maka kerajaannya pun rusak, bumi terpecah belah, dan banyak raja muncul di berbagai daerah. Maka ia pun memerangi mereka dan mereka memeranginya. Terkadang ia menang dan terkadang ia kalah.

Ia (Wahb bin Munabbih) berkata, "Ia memerangi negeri Yaman -dan rajanya saat itu adalah Dzu Al-Adz`ar bin Abrahah Dzil Manar bin Ar-Ra`isy-. Ketika ia sampai di negeri Yaman, Dzu Al-Adz`ar bin Abrahah keluar untuk melawannya, sementara ia sedang terkena stroke, sehingga ia tidak pernah berperang sendiri sebelumnya. Ketika Kai Ka`us telah mengalahkannya dan menguasai negerinya dengan pasukannya, ia (Dzu Al-Adz`ar) keluar sendiri bersama pasukan Himyar dan anak-anak Qahtan, lalu ia berhasil mengalahkan Kai Ka`us, menawannya, menawan pasukannya, dan memenjarakannya di sumur, lalu ia menutupnya rapat-rapat."

Ia (Wahb) berkata, "Dan keluarlah dari Sistan seorang laki-laki yang bernama Rustam, ia adalah orang yang sangat kuat dan berpengaruh di antara orang-orang yang taat kepadanya. Bangsa Persia mengatakan bahwa ia masuk ke negeri Yaman dan mengeluarkan Ka`bus dari penjara, yaitu Kai Ka`us. Dan penduduk Yaman mengatakan bahwa ketika sampai kepada Dzu Al-Adz`ar berita tentang kedatangan Rustam, ia keluar untuk melawannya bersama pasukan dan tentaranya. Masing-masing dari keduanya membuat parit di sekitar pasukannya. Keduanya merasa kasihan kepada pasukan keduanya dari kehancuran, dan keduanya takut jika mereka saling menyerang, tidak akan ada yang tersisa dari keduanya. Maka keduanya pun berdamai dengan menyerahkan Kai Ka`us kepada Rustam dan menghentikan perang. Maka Rustam pun kembali bersama Kai Ka`us ke Babilonia. Kai Ka`us menulis surat pembebasan untuk Rustam dari perbudakan kerajaan, dan ia memberinya Sistan dan Zabulistan, dan ia memberinya topi yang terbuat dari emas, dan ia memuliakannya, dan ia memerintahkannya untuk duduk di singgasana dari perak yang kaki-kakinya terbuat dari emas. Maka negeri-negeri itu pun tetap berada di tangan Rustam hingga Kai Ka`us wafat, dan setelahnya dalam waktu yang lama."

Ia (Wahb) berkata, "Masa pemerintahannya adalah seratus lima puluh tahun."

Para ulama Persia mengatakan bahwa orang yang pertama kali menghitamkan pakaiannya sebagai tanda berkabung adalah Syādus bin Judarz karena Siawakhsy. Ia melakukan hal itu pada hari ketika sampai kepada Kai Ka`us berita kematian anaknya, Siawakhsy, dan terbunuhnya ia di tangan Afrasiyab serta pengkhianatannya kepadanya. Ia masuk menemui Kai Ka`us dengan mengenakan pakaian hitam, lalu ia memberitahukannya bahwa ia melakukan hal itu karena harinya adalah hari yang gelap dan hitam.

Ibnu Al-Kalbi membenarkan apa yang ia sebutkan tentang ditawannya raja Yaman, Ka`bus. Al-Hasan bin Hani` menyebutkan (hal itu) dalam syairnya, ia berkata,

"Dan Ka`bus terkurung dalam belenggu kami ... selama tujuh tahun, dan jelaslah bagi orang yang menghitungnya."

Kai Khusrau bin Siawakhsy

Kemudian setelah Kai Ka`us, yang menjadi raja adalah cucunya, Kai Khusrau bin Siawakhsy bin Kai Ka`us bin Kabiyah bin Kai Qubadh.

Ketika Bai bin Judarz membawa Kai Ka`us dan ibunya, Wisfafrid, anak perempuan Afrasiyab -dan terkadang dikatakan (juga) Jusfafrid- kepadanya dari negeri Turk, Kai Ka`us menyerahkan kerajaannya kepadanya (Kai Khusrau). Maka ketika ia telah menjadi raja setelah kakeknya, Kai Ka`us, dan mahkota telah dipasangkan di kepalanya, ia berpidato di hadapan rakyatnya dengan pidato yang fasih, ia memberitahukan kepada mereka bahwa ia akan menuntut balas atas darah ayahnya, Siawakhsy, dari Afrasiyab, orang Turk. Kemudian ia menulis surat kepada Judarz Al-Asbahbadz -ia berada di Asbahan dan daerah-daerah Khurasan- untuk memintanya datang kepadanya. Maka ketika ia telah datang kepadanya, ia memberitahukan kepadanya tentang apa yang ia rencanakan untuk menuntut balas atas kematian ayahnya, dan ia memerintahkannya untuk memeriksa pasukannya dan memilih tiga puluh ribu tentara terbaik dari mereka, lalu menggabungkannya dengan Thus bin Nudhran agar ia berangkat bersama mereka ke negeri Turk. Maka Judarz pun melakukannya. Ia menggabungkan mereka dengan Thus. Di antara orang-orang yang berangkat bersamanya adalah Burzafarah bin Kai Ka`us, paman Kai Khusrau, dan Bai bin Judarz, dan banyak orang dari saudara-saudaranya.

Kai Khusrau berpesan kepada Thus agar tujuannya adalah (menyerang) Afrasiyab dan para panglimanya, dan agar ia tidak melewati daerah di negeri Turk di mana ada saudara laki-lakinya yang bernama Furaud bin Siawakhsy dari seorang wanita yang bernama Barzafrid. Siawakhsy menikahinya di salah satu kota Turk pada hari-hari ketika ia pergi menuju Afrasiyab, kemudian ia meninggalkannya dalam keadaan hamil, lalu ia melahirkan Furaud. Maka ia (Furaud) pun tinggal di tempatnya hingga ia dewasa. Thus berbuat salah dalam urusan Furaud -sebagaimana yang dikatakan-. Ketika ia sampai di dekat kota di mana Furaud berada, terjadilah perang antara ia dan ia (Furaud) karena suatu sebab, maka Furaud pun terbunuh di sana.

Maka ketika berita itu sampai kepada Kai Khusrau, ia menulis surat yang keras kepada Burzafarah, pamannya, untuk memberitahukan kepadanya berita yang sampai kepadanya tentang Thus bin Nudhran dan peperangannya melawan Furaud, saudaranya. Ia memerintahkannya untuk mengirimkan Thus kepadanya dalam keadaan terikat dan terbelenggu, dan ia (Burzafarah) diperintahkan untuk memimpin pasukan dan membawanya menuju kepadanya (Kai Khusrau). Maka ketika surat itu sampai kepada Burzafarah, ia mengumpulkan para pemimpin pasukan dan tentara, lalu ia membacakannya kepada mereka, dan ia memerintahkan agar Thus dibelenggu dan diikat, lalu ia mengutusnya bersama orang-orang kepercayaannya dari utusan-utusannya kepada Kai Khusrau. Ia (Burzafarah) mengambil alih kepemimpinan pasukan, lalu ia menyeberangi sungai yang dikenal dengan nama Kasbrud.

Berita itu sampai kepada Afrasiyab, maka ia mengutus beberapa saudaranya dan para panglimanya untuk memerangi Burzafarah. Maka mereka bertemu di suatu tempat di negeri Turk yang bernama Wasyan. Di antara mereka adalah Piran bin Wisghan dan saudara-saudaranya, Tirasif bin Judarz, saudara ipar Afrasiyab, dan Humasaf bin Fasyangan. Maka mereka pun berperang dengan sengit. Pada hari itu, Burzafarah tampak lemah karena melihat dahsyatnya peperangan dan banyaknya korban jiwa, hingga ia menyingkir dengan membawa bendera ke puncak gunung. Keadaan anak-anak Judarz kacau, tujuh puluh orang dari mereka terbunuh dalam peperangan itu pada satu waktu, dan banyak orang terbunuh dari kedua belah pihak.

Burzafarah dan orang-orang yang bersamanya kembali kepada Kai Khusrau. Mereka diliputi kesedihan dan musibah hingga mereka menginginkan kematian. Ketakutan mereka kepada kemurkaan Kai Khusrau lebih besar. Maka ketika mereka masuk menemui Kai Khusrau, ia mencela Burzafarah dengan keras, dan ia berkata, "Kalian datang dalam keadaan seperti ini karena kalian meninggalkan perintahku dan menyelisihi perintah para raja, kalian mendatangkan keburukan dan meninggalkan penyesalan."

Apa yang mereka alami dari Kai Khusrau sangatlah berat hingga terlihat kesedihan di wajahnya, dan ia tidak berselera makan dan tidur. Ketika telah berlalu beberapa hari sejak kedatangan mereka, ia mengutus (seseorang) kepada Judarz. Maka ketika ia (Judarz) masuk menemuinya, ia (Kai Khusrau) menunjukkan kesedihannya kepadanya. Maka Judarz pun mengadukan Burzafarah kepadanya dan memberitahukannya bahwa ia adalah penyebab kekalahan dengan (menyingkirkan) bendera dan meninggalkan anak-anaknya.

Maka Kai Khusrau berkata kepadanya, "Sesungguhnya jasamu dengan mengabdi kepada ayah-ayah kami akan selalu kami kenang. Ini pasukan kami dan harta benda kami, gunakanlah untuk menuntut balasmu." Dan ia memerintahkannya untuk bersiap-siap dan berangkat menuju Afrasiyab, serta berusaha untuk membunuhnya dan menghancurkan negerinya.

Maka ketika Judarz mendengar perkataan Kai Khusrau, ia segera berdiri lalu mencium tangannya dan berkata, "Wahai raja yang jaya, kami adalah rakyatmu dan budak-budakmu. Jika ada musibah atau bencana, maka hendaklah (ia menimpa) para budak, jangan (menimpa) raja-rajanya. Anak-anakku yang terbunuh adalah tebusan untukmu. Kami akan membalaskan dendam (mereka) kepada Afrasiyab dan menghancurkan kerajaan Turk. Maka janganlah raja bersedih atas apa yang telah terjadi, dan janganlah ia membiarkan (kesedihan) itu mengganggunya, karena peperangan adalah silih berganti." Dan ia (Judarz) memberitahukannya bahwa ia akan melaksanakan perintahnya. Lalu ia keluar darinya (Kai Khusrau) dalam keadaan senang.

Maka ketika hari telah pagi, Kai Khusrau memerintahkan agar para pemimpin pasukan dan orang-orang penting dari kerajaannya masuk menemuinya. Maka ketika mereka telah masuk menemuinya, ia memberitahukan kepada mereka tentang apa yang telah ia rencanakan untuk memerangi orang-orang Turk. Ia menulis surat kepada para pegawainya di berbagai daerah untuk memberitahukan hal itu kepada mereka dan memerintahkan mereka untuk datang ke padang pasir yang dikenal dengan nama Syah Asthun, dari daerah Balkh, pada waktu yang telah ia tentukan untuk mereka. Maka para pemimpin pasukan pun berkumpul di tempat itu, dan Kai Khusrau berangkat ke sana bersama para panglima tertinggi dan pasukan mereka, di antara mereka adalah Burzafarah, pamannya, dan keluarganya, serta Judarz dan anak-anaknya yang masih hidup. Maka ketika pasukan telah lengkap dan para pahlawan telah berkumpul, Kai Khusrau sendiri yang memeriksa pasukan hingga ia mengetahui jumlah mereka dan memahami keadaan mereka.

Kemudian ia memanggil Judarz bin Jasyuwādgan, Milad bin Girgin, dan Aghsy bin Bahdzan -dan Aghsy adalah anak seorang dayang Siawakhsy yang bernama Syūmahān-, lalu ia memberitahukan kepada mereka bahwa ia ingin menyerang orang-orang Turk dari empat arah hingga mereka terkepung dari darat dan laut, dan ia telah menunjuk para pemimpin pasukan-pasukan itu. Ia menjadikan pasukan yang terbesar di bawah pimpinan Judarz, dan ia menjadikannya masuk dari arah Khurasan, dan ia menggabungkan bersamanya Burzafarah, pamannya, dan Bai bin Judarz, serta banyak panglima tertinggi lainnya. Ia memberikan kepadanya pada hari itu bendera besar yang mereka namakan Dirafsy Kābiyān. Mereka mengatakan bahwa bendera itu tidak pernah diberikan oleh seorang raja pun kepada seorang panglima sebelum itu, dan mereka hanya membawanya bersama anak-anak raja apabila mereka mengutus mereka untuk urusan-urusan besar.

Ia memerintahkan Milad untuk masuk dari arah Cina, dan ia menggabungkan bersamanya banyak pasukan, lebih sedikit daripada yang ia gabungkan bersama Judarz. Dan ia memerintahkan Aghsy untuk masuk dari arah Khazar dengan jumlah pasukan seperti yang ia gabungkan bersama Milad. Dan ia menggabungkan bersama Syūmahān saudara-saudaranya, anak-anak pamannya, dan genap tiga puluh ribu tentara. Ia memerintahkannya untuk masuk melalui jalan antara jalan Judarz dan Milad.

Dikatakan bahwa Kai Khusrau mengutus Syūmahān karena kedekatannya dengan Siawakhsy, dan ia telah bernazar untuk menuntut balas atas darahnya. Maka berangkatlah mereka semua menuju tujuan mereka. Judarz masuk ke negeri Turk dari arah Khurasan. Ia memulai dengan (menyerang) Piran bin Wisghan. Terjadilah perang yang sengit dan terkenal antara keduanya, yaitu perang di mana Bizan bin Bai, saudara Piran bin Wisghan, terbunuh dalam duel. Dan Judarz membunuh Piran juga.

Kemudian Judarz menuju (untuk menyerang) Afrasiyab. Dan ketiga pasukan itu mengepungnya, setiap pasukan dari arah yang ia masuki. Setelah itu, Kai Khusrau sendiri menyusul mereka. Ia menuju ke arah di mana Judarz berada, dan ia masuk darinya. Maka ia pun bertemu dengan pasukan Judarz, dan mereka telah banyak membunuh orang-orang Turk. Mereka telah membunuh Piran, pemimpin para panglima tertinggi Afrasiyab dan calon raja setelahnya, dan banyak orang dari saudara-saudaranya, seperti Khumān, Ausfahan, Jilbād, Siyāmaq, Bahrām, Farsyākhdzād, dan Farkhilād. Dan dari anak-anaknya, seperti Rauyin bin Piran, yang merupakan orang penting di sisi Afrasiyab, dan beberapa saudara Afrasiyab, seperti: Rutdara`i, Andirmān, Asfakhrim, dan Akhsast.

Mereka menawan Baura bin Fasyangan, pembunuh Siawakhsy. Dan Judarz telah menghitung orang-orang yang terbunuh dan tertawan, serta harta rampasan dan uang yang mereka dapatkan. Ia mendapati jumlah tawanan yang ada di tangannya adalah tiga puluh ribu orang, dan orang-orang yang terbunuh adalah lima ratus enam puluh ribu lebih orang, dan hewan ternak, budak, dan harta benda yang tidak terhitung jumlahnya. Ia memerintahkan setiap pemuka yang bersamanya untuk meletakkan tawanan atau orang yang terbunuh dari orang-orang Turk di dekat benderanya agar Kai Khusrau melihatnya ketika ia datang.

Maka ketika Kai Khusrau sampai di pasukan dan tempat peperangan, orang-orang berbaris untuknya, dan Judarz dan para panglima tertinggi lainnya menyambutnya. Ketika ia masuk ke pasukan, ia melewati setiap bendera. Mayat pertama yang ia lihat adalah mayat Piran di dekat bendera Judarz. Maka ketika ia melihatnya, ia berhenti, lalu berkata, "Wahai gunung yang tinggi, yang kuat lengannya dan kokoh pondasinya! Bukankah aku telah melarangmu dari peperangan ini dan dari menempatkan dirimu untuk melawan kami bersama Afrasiyab dalam tuntutan ini?! Bukankah aku telah menawarkan diriku kepadamu dan menawarkan kerajaanku, namun engkau tidak memilih dengan baik?! Bukankah engkau orang yang jujur lisannya, yang menjaga saudara-saudaranya, dan yang menyimpan rahasia?! Bukankah aku telah memberitahukan kepadamu tentang tipu daya Afrasiyab dan sedikitnya kesetiaannya, namun engkau tidak melakukan apa yang aku perintahkan kepadamu, bahkan engkau terus terlena hingga singa-singa dari pasukan kami dan anak-anak kerajaan kami mengepungmu! Apa gunanya Afrasiyab bagimu, padahal engkau telah meninggalkan dunia dan telah membinasakan keluarga Wisghan?! Celakalah bagi kesabaranmu dan pemahamanmu! Celakalah bagi kemurahan hatimu dan kejujuranmu! Sesungguhnya kami hari ini sangat bersedih karenamu!"

Kai Khusrau terus meratapi Piran hingga ia sampai ke bendera Bai bin Judarz. Ketika ia berhenti di sana, ia melihat Baura bin Fasyangan masih hidup sebagai tawanan di tangan Bai. Maka ia pun bertanya tentangnya (Baura), lalu diberi tahu bahwa ia adalah Baura, pembunuh Siawakhsy yang menyiksanya ketika membunuhnya. Maka Kai Khusrau pun mendekatinya, lalu ia menundukkan kepalanya untuk bersujud sebagai tanda syukur kepada Tuhannya. Kemudian ia berkata, "Segala puji bagi Allah yang telah memberiku kekuasaan atasmu, wahai Baura! Engkaulah yang membunuh Siawakhsy dan menyiksanya! Engkaulah yang merampas pakaiannya dan bersusah payah untuk menghinanya di antara orang-orang Turk! Engkau telah menanamkan dengan perbuatanmu ini pohon permusuhan di antara kita, dan engkau telah membangkitkan peperangan ini antara kita, dan engkau telah menyalakan api yang menyala-nyala di kedua belah pihak! Engkaulah yang telah mengubah rupanya dan melemahkan kekuatannya! Tidakkah engkau takut, wahai orang Turk, akan ketampanannya?! Tidakkah engkau membiarkannya karena cahaya yang bersinar di wajahnya?! Di manakah keberanianmu dan kekuatanmu hari ini?! Dan di manakah saudaramu, penyihir itu, untuk menolongmu?! Aku tidak akan membunuhmu karena engkau telah membunuhnya, akan tetapi karena engkau telah melakukan apa yang tidak seharusnya engkau lakukan. Dan aku akan membunuh orang yang membunuhnya karena kedzaliman dan kejahatannya."

Kemudian ia memerintahkan agar anggota tubuhnya dipotong-potong hidup-hidup, lalu ia disembelih. Maka Bai pun melakukan hal itu kepadanya.

Kai Khusrau terus melewati setiap bendera dan setiap panglima tertinggi. Setiap kali ia sampai kepada salah seorang dari mereka, ia akan mengatakan kepadanya seperti apa yang telah kami sebutkan. Kemudian ia sampai ke tendanya. Ketika ia telah berada di dalamnya, ia memanggil Burzafarah, pamannya. Ketika ia (Burzafarah) masuk menemuinya, ia mendudukkannya di sebelah kanannya dan ia menunjukkan kegembiraannya karena ia telah membunuh Jilbad bin Wisghan dalam duel. Kemudian ia memberinya hadiah yang besar dan menjadikannya penguasa Kirman, Makran, dan sekitarnya. Kemudian ia memanggil Judarz. Ketika ia (Judarz) masuk menemuinya, ia berkata kepadanya, "Wahai panglima tertinggi yang cerdas dan orang tua yang penyayang, sesungguhnya semua kemenangan besar ini datangnya dari Tuhan kami, bukan karena siasat dan kekuatan kami. Engkau telah memperhatikan hak kami, dan engkau telah mengorbankan dirimu dan anak-anakmu untuk kami, dan itu akan selalu kami kenang. Kami telah memberikan kepadamu jabatan yang bernama Buzurjfarmadzār, yaitu jabatan wazir, dan kami telah menjadikanmu penguasa Asbahan, Gurgān, dan pegunungannya, maka jagalah penduduknya dengan baik." Maka Judarz pun berterima kasih atas hal itu, lalu ia keluar darinya dalam keadaan gembira.

Kemudian ia memerintahkan agar orang-orang penting dari para panglima tertingginya yang bersama Judarz, yang telah berjuang dengan baik, masuk menemuinya. Ia sendiri yang membunuh para panglima perang Turk, anak-anak Fasyangan dan Wisghan, seperti Girgin bin Miladzān, Bai, Syādus, Lakhām, Judmair bin Judarz, Bizan bin Bai, Burazah bin Baifgān, Furaudah bin Fāmdān, Zandah bin Syābirgān, Bistām bin Kizdahmān, dan Fartah bin Tafargān. Maka mereka pun masuk menemuinya satu per satu. Sebagian dari mereka ia angkat sebagai penguasa atas negeri-negeri yang mulia, dan sebagiannya ia khususkan dengan pekerjaan-pekerjaan dari pekerjaan-pekerjaan di istananya.

Tidak lama kemudian, datanglah surat-surat dari Milad, Aghsy, dan Syūmahān yang mengabarkan bahwa mereka telah banyak membunuh orang-orang Turk dan telah mengalahkan pasukan Afrasiyab satu demi satu. Maka ia pun menulis surat kepada mereka agar mereka tetap memerangi kaum itu dan agar mereka menemuinya di tempat yang ia sebutkan kepada mereka di negeri Turk.

Mereka mengatakan bahwa ketika keempat pasukan itu telah mengepung Afrasiyab, dan telah sampai kepadanya berita tentang orang-orang yang terbunuh dan tertawan, serta kerusakan yang terjadi, ia pun kebingungan. Tidak ada yang tersisa bersamanya dari anak-anaknya kecuali Syidah -dan ia adalah seorang penyihir-. Maka ia pun mengutusnya menuju Kai Khusrau dengan peralatan dan perlengkapan perang. Ketika ia (Syidah) sampai kepada Kai Khusrau, ia diberi tahu bahwa ayahnya mengutusnya untuk menipunya. Maka ia pun mengumpulkan para panglima tertingginya dan maju bersama mereka untuk berjaga-jaga terhadap tipu dayanya.

Dikatakan bahwa Kai Khusrau takut kepada Syidah dan merasa segan kepadanya. Ia mengira bahwa ia tidak akan sanggup melawannya. Peperangan antara keduanya berlangsung selama empat hari. Seorang laki-laki dari orang-orang kepercayaan Kai Khusrau yang bernama Gird bin Girhamān memberi semangat kepada pasukan Kai Khusrau dan mengatur barisan mereka dengan baik, sehingga banyak korban jiwa di antara mereka (pasukan Syidah). Pasukan Khuniyārṣ bertempur mati-matian. Maka Syidah pun yakin bahwa ia tidak akan sanggup melawan mereka, lalu ia melarikan diri. Kai Khusrau mengejarnya bersama orang-orang yang bersamanya. Gird menyusulnya lalu memukul kepalanya dengan tombak hingga ia mati. Kai Khusrau berdiri di dekat mayatnya, lalu ia melihat wajahnya yang buruk. Dan Kai Khusrau mendapatkan harta rampasan dari pasukan mereka.

Berita itu sampai kepada Afrasiyab, maka ia pun datang bersama semua panglimanya. Maka ketika ia bertemu dengan Kai Khusrau, terjadilah perang yang sengit yang tidak pernah terjadi sebelumnya di muka bumi. Pasukan Khuniyārṣ bercampur dengan pasukan Turk. Peperangan antara mereka berlangsung hingga tidak ada yang terlihat pada hari itu kecuali darah. Judarz dan anak-anaknya, Girgin, Gird, dan Bistam tertawan. Afrasiyab melihat mereka melindungi Kai Khusrau seperti singa-singa yang menyerang. Maka ia pun melarikan diri. Jumlah orang-orang yang terbunuh pada hari itu -sebagaimana yang disebutkan- adalah seratus ribu orang.

Kai Khusrau dan pasukannya terus mengejar Afrasiyab, sementara ia berusaha untuk melarikan diri. Ia terus melarikan diri dari satu negeri ke negeri lain hingga ia sampai di Azerbaijan. Ia bersembunyi di sebuah danau di sana yang dikenal dengan nama Bir Khāṣif. Kemudian ia (Kai Khusrau) berhasil menangkapnya. Maka ketika ia (Afrasiyab) dibawa kepada Kai Khusrau, ia diikat dengan besi. Kemudian ia (Kai Khusrau) beristirahat di tempatnya selama tiga hari. Kemudian ia memanggilnya (Afrasiyab) lalu menanyakan alasannya dalam urusan Siawakhsy, namun ia tidak memiliki alasan dan tidak memiliki hujjah. Maka ia pun memerintahkan untuk membunuhnya. Maka Bai bin Judarz pun bangkit, lalu ia menyembelihnya sebagaimana ia (Afrasiyab) menyembelih Siawakhsy. Kemudian ia (Bai) datang kepada Kai Khusrau dengan membawa darahnya (Afrasiyab), lalu ia mencelupkan tangannya ke dalamnya dan berkata, "Ini adalah balasan untuk Siawakhsy atas kedzaliman kalian kepadanya dan penyerangan kalian terhadapnya." Kemudian ia kembali dari Azerbaijan dalam keadaan menang, mendapatkan harta rampasan, dan gembira.

Disebutkan bahwa beberapa anak Kai Qubadh, kakek buyut Kai Khusrau, dan anak-anak mereka ikut bersama Kai Khusrau dalam peperangan melawan orang-orang Turk. Di antara mereka adalah Kai Arsy bin Kai Qubadh, yang menjadi raja atas Khuzistan dan sekitarnya dari Babilonia, dan Kai Bih Arsy, yang menjadi raja atas Kirman dan sekitarnya, dan Kai Auji bin Kaimanusy bin Kaifāsyin bin Kai Qubadh, yang menjadi raja atas Persia. Kai Auji inilah ayah Kai Luhrāsf sang raja. Dikatakan bahwa saudara Afrasiyab yang bernama Kai Syarāsf pergi ke negeri Turk setelah Kai Khusrau membunuh saudaranya, lalu ia mengambil alih kerajaannya. Ia memiliki seorang anak bernama Kharzāsf. Ia menjadi raja setelah ayahnya. Ia adalah orang yang dzalim dan jahat. Ia adalah anak dari saudara Afrasiyab, raja Turk, yang telah memerangi Manūsyahr. Judarz adalah anak Jasyuwādgan bin Yasyharah bin Qirhin bin Jabr bin Rasud bin Urb bin Tāj bin Rasyik bin Ars bin Wandah bin Ra`r bin Nūdrāh bin Muswāg bin Nudhran bin Manūsyahr.

Maka ketika Kai Khusrau telah selesai menuntut balas dan telah menetap di kerajaannya, ia tidak tertarik lagi dengan kerajaan, ia menjadi zahid, dan ia memberitahukan kepada orang-orang penting dari keluarganya dan penduduk kerajaannya bahwa ia akan turun tahta. Maka mereka pun sangat sedih karenanya, dan mereka sangat kehilangannya. Mereka memohon kepadanya, meminta dan merendahkan diri, dan mereka membujuknya untuk tetap tinggal untuk mengurus kerajaan mereka, namun mereka tidak mendapatkan apa pun darinya dalam hal itu. Maka ketika mereka telah putus asa, mereka semua berkata, "Jika engkau tetap pada keputusanmu, maka tunjuklah seorang laki-laki untuk menjadi raja agar kami mengikutinya." Luhrāsf hadir di sana, maka ia pun menunjuknya dengan tangannya dan memberitahukan kepada mereka bahwa ia adalah orang kepercayaannya dan penerusnya. Maka orang-orang pun datang kepada Luhrāsf. Dan hal itu terjadi setelah ia menerima wasiat dan kehilangan Kai Khusrau. Sebagian orang berkata bahwa ia pergi untuk beribadah, tidak diketahui di mana ia wafat dan bagaimana kematiannya. Dan sebagian yang lain berkata (hal yang) berbeda.

Lantas Luhrāsf memegang tampuk kekuasaan setelahnya sesuai dengan wasiat yang telah diberikan kepadanya. Anak-anak Kai Khusrau adalah: Jāmāsf, Asbahr, Ramā, dan Ramin.

Masa pemerintahan Kai Khusrau adalah enam puluh tahun.



[1] Bagian kedua dari nama ini berasal dari Kavi Usan Iran kuno, yang memberikan Qawus, yang kadang-kadang muncul dalam sumber-sumber Arab dan Persia sebagai Qabus, dengan tambahan dan tidak diperlukan Kay. Yang terakhir ini lagi-lagi berasal dari Kavi kuno, ditambahkan dalam kasus-kasus ini sebagai gelar. Untuk gelar Kay, yang berasal dari bentuk kuno Kavi. Ortografi Arab dari nama-nama ini dipertahankan sepanjang terjemahan.

[2] Siyawakhsh, Siyawush: Beberapa referensi dapat ditemukan dalam EI, s.v. Kay Ka`us. Lihat juga Christensen, Kayanides, 79, 111 f.

[3] Rustam berasal dari Rod-stahm dalam bahasa Iran Tengah. Lihat Markwart, ZDMG, 49 (1895), 642; Christensen, Kayanides, 121ff., 130ff.

[4] Sijistan adalah Sakastana kuno, tanah suku Saka, yang juga dikenal pada periode Islam sebagai Sistan. Lihat EI, IV, 456ff., dan G. Gnoli, Ricerche storiche sul Sistan.

[5] Frasiyat adalah penyimpangan dari Frasiyab (kadang-kadang ditulis Afrasiyib), yang pada gilirannya adalah turunan akhir dari nama kuno Frangrasyan. Lihat Christensen, Kayanides, 43, 61ff., 85ff.; EI, s.v. Afrasiyab; Encyclopaedia Iranica, I, 570ff., s.v. Afrasiab.

[6] Sudhabah mungkin adalah turunan dari Sudhabag dalam bahasa Persia Tengah. Lihat Christensen, Kayanides, 62ff., 110ff. Nama Sudhaba bisa jadi merupakan bentuk yang telah Iranisasi dari Su`da, yang tampaknya lebih mungkin dalam konteks ini.

[7] Bentuk Iran dari nama ini adalah Piran, dari keluarga Wisag. Lihat Christensen, Kayanides, 111; Markwart, Wehrot, 58 n.

[8] Wisfafarid adalah penyimpangan dari Wispan-friya, yang berarti "Tercinta oleh semua." Lihat Christensen, Kayanides, iii dan n. 2. Interpretasi alternatif dari arti nama ini bisa jadi adalah Wisp-afrid dalam bahasa Persia Tengah, yang akan berarti "Diberkati oleh semua [dewa]" atau "(Pemusik Tuhan), Pencipta segalanya." Dalam beberapa sumber, nama ini muncul sebagai Farangis. Lihat lebih jauh Justi, Iranisches Namenbuch, 371, s.v. Wispan-friya; Encyclopaedia Iranica, I, 573b.

[9] Kay-Khusraw yang dimaksud. Namanya, Haosravah, dieja di sini dengan cara yang terkesan kuno. Lihat Christensen, Kayanides, 90 ff.; EI2, s.v. Kay-Khusraw.

[10] Kidar adalah penyimpangan dari Kedan. Lihat Christensen, Kayanides, 111. Nama lainnya adalah Karsewaz.

[11] Fashinjan, ayah dari Kedan dan Frasiyab, adalah Pashang. Lihat Christensen, Kayanides, 85; Encyclopaedia Iranica, I, 575.

[12] Bentuk kuno dari nama ini adalah Wew. Bentuk umum yang muncul dalam teks adalah Geew. Lihat Markwart, ZDMG, 49 (1895), 642; Christensen, Kayanides, 59, 112, dan indeks di bawah Gew.

[13] Bentuk Iran dari nama ini adalah Godarz.