36. Kisah Syamwil bin Bali bin `Alqamah bin Yirkham bin Al-Yahu bin Tahu bin Suf , Thalut , dan Jalut
Kisah bin Bali bin `Alqamah bin Yirkham bin Al-Yahu bin Tahu bin Suf[1], [2], dan Jalut
Kisah bin Bali adalah bahwa ketika Bani Israil telah lama mengalami penderitaan, dan raja-raja dari kalangan selain mereka menghinakan mereka, menginjak-injak negeri mereka, membunuh orang-orang mereka, menawan anak-anak mereka, dan mengalahkan mereka hingga merebut Tabut yang di dalamnya terdapat sakinah dan sisa-sisa peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun, yang dengannya mereka selalu menang apabila bertemu musuh, maka mereka memohon kepada Allah agar Dia mengutus kepada mereka seorang nabi yang akan memperbaiki keadaan mereka.
Musa bin Harun Al-Hamadani menceritakan kepada kami, ia berkata: `Amr bin Hammad menceritakan kepada kami, ia berkata: Asbath menceritakan kepada kami, dari , dalam sebuah riwayat yang ia sebutkan, dari Abu Malik dan , dari -dan dari Murrah, dari Ibnu Mas`ud-, dan dari beberapa sahabat Rasulullah ﷺ: Bani Israil dahulu berperang melawan bangsa `Amalik. Raja bangsa `Amalik adalah Jalut. Mereka (bangsa `Amalik) mengalahkan Bani Israil, lalu mereka mengenakan pajak atas mereka dan merampas Taurat mereka. Maka Bani Israil memohon kepada Allah agar Dia mengutus kepada mereka seorang nabi yang akan mereka ajak berperang bersama. Suku tempat (munculnya) para nabi telah binasa, tidak tersisa dari mereka kecuali seorang wanita yang sedang hamil. Maka mereka (Bani Israil) membawanya lalu menahannya di sebuah rumah, karena takut ia akan melahirkan anak perempuan, lalu ia akan menukarnya dengan anak laki-laki, karena melihat keinginan Bani Israil terhadap anaknya itu. Maka wanita itu[3] berdoa kepada Allah agar Dia menganugerahkan kepadanya anak laki-laki. Lalu ia melahirkan anak laki-laki, lalu ia menamainya Syam`un ( ), ia berkata, "Allah telah mendengar doaku."
Maka anak itu pun tumbuh besar, lalu ia (ibunya) menyerahkannya untuk belajar Taurat di Baitul Maqdis. Seorang syekh dari kalangan ulama mereka menanggungnya dan mengangkatnya sebagai anak[4]. Maka ketika anak itu ( ) telah sampai pada usia di mana Allah akan mengutusnya sebagai nabi, mendatanginya ketika ia sedang tidur di samping syekh itu. Tidak ada seorang pun yang berani membangunkannya selain syekh itu. Maka memanggilnya dengan suara syekh itu, "Wahai !" Maka anak itu pun bangun dengan terkejut lalu menghadap kepada syekh itu, lalu ia berkata, "Wahai ayahku, apakah engkau memanggilku?" Syekh itu tidak ingin mengatakan, "Tidak," karena takut anak itu akan terkejut. Maka ia berkata, "Wahai anakku, kembalilah tidur!" Maka anak itu pun kembali tidur. Kemudian ia memanggilnya lagi untuk yang kedua kalinya, maka anak itu menjawabnya juga, "Apakah engkau memanggilku?" Ia (syekh itu) menjawab, "Kembalilah tidur! Jika aku memanggilmu lagi untuk yang ketiga kalinya, maka janganlah engkau menjawabku." Maka ketika yang ketiga kalinya, menampakkan diri kepadanya, lalu berkata, "Pergilah kepada kaummu dan sampaikanlah kepada mereka risalah Tuhanmu, karena Allah telah mengutusmu sebagai nabi di tengah-tengah mereka." Maka ketika ia ( ) mendatangi mereka, mereka mendustakannya dan berkata, "Engkau terlalu terburu-buru menginginkan kenabian, padahal ia (Allah) tidak memintamu." Dan mereka berkata, "Jika engkau benar, maka utuslah untuk kami seorang raja yang akan berperang di jalan Allah, sebagai bukti kenabianmu." Syam`un ( ) berkata kepada mereka, "Semoga jika diperintahkan kepada kalian untuk berperang, kalian tidak akan (menolak untuk) berperang."
Mereka menjawab, "Mengapa kami tidak akan berperang di jalan Allah, padahal kami telah diusir dari negeri-negeri kami dan anak-anak kami karena membayar pajak?" Maka ia berdoa kepada Allah, lalu dibawalah tongkat yang panjangnya sama dengan tinggi orang yang akan diutus sebagai raja di tengah-tengah mereka. Ia ( ) berkata, "Sesungguhnya raja kalian nanti, tingginya adalah sepanjang tongkat ini." Maka mereka mengukur diri mereka dengan tongkat itu, namun tidak ada yang sama dengannya.
adalah seorang penimba air, ia menimba air dengan keledainya. Keledainya hilang, lalu ia pergi mencarinya. Maka ketika mereka melihatnya, mereka memanggilnya lalu mengukurnya dengan tongkat itu, dan ternyata ia sama dengannya. Maka nabi mereka berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah telah mengutus sebagai raja untuk kalian." Kaum itu berkata, "Tidak pernah engkau lebih berdusta daripada saat ini. Kita berasal dari suku tempat (munculnya) raja-raja, sedangkan dia bukan dari suku tempat (munculnya) raja-raja, dan ia juga tidak diberikan keluasan harta, maka bagaimana mungkin kita mengikutinya karena hal itu?" Nabi itu menjawab, "Sesungguhnya Allah telah memilihnya atas kalian dan memberinya kelebihan dalam hal ilmu dan fisik." Maka mereka berkata, "Jika engkau benar, maka bawalah kepada kami bukti bahwa dia adalah raja." Ia ( ) menjawab, "Sesungguhnya bukti kerajaannya adalah bahwa akan datang kepada kalian Tabut yang di dalamnya terdapat sakinah dari Tuhan kalian dan sisa-sisa peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun."
Sakinah adalah sebuah bejana dari emas yang digunakan untuk membasuh hati para nabi. Allah memberikannya kepada Musa. Di dalamnya Musa meletakkan luh-luh (Taurat). Luh-luh itu -sebagaimana yang sampai kepada kami- terbuat dari mutiara, yaqut, dan zamrud. Adapun sisa-sisa peninggalan, maka itu adalah tongkat Musa dan kain pembungkus luh-luh itu.
Maka pada pagi harinya, Tabut itu dan apa yang ada di dalamnya berada di rumah . Maka mereka pun beriman kepada kenabian Syam`un ( ) dan menyerahkan kekuasaan kepada .
menceritakan kepada kami, ia berkata: Al-Husain menceritakan kepada kami, ia berkata: Hajjaj menceritakan kepada kami, dari , ia berkata: berkata, "Para malaikat datang membawa Tabut itu, membawanya di antara langit dan bumi, sementara mereka (Bani Israil) melihatnya hingga (para malaikat) meletakkannya di sisi ."
Yunus menceritakan kepada kami, ia berkata: mengabarkan kepada kami, ia berkata: Ibnu Zaid berkata, "Para malaikat turun dengan membawa Tabut pada siang hari, (Bani Israil) melihatnya dengan jelas hingga mereka meletakkannya di hadapan mereka." Ia berkata, "Maka mereka mengakuinya namun tidak ridha, dan mereka keluar dalam keadaan marah."
Kembali pada kisah , (Bani Israil) keluar bersama , dan mereka berjumlah delapan puluh ribu orang. Jalut adalah orang yang paling besar dan paling kuat di antara manusia. Ia keluar berjalan di depan pasukan, dan pasukannya tidak akan bergabung dengannya hingga ia mengalahkan siapa pun yang ia temui. Maka ketika mereka (Bani Israil) keluar, berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Allah akan menguji kalian dengan sebuah sungai. Barangsiapa yang minum darinya, maka ia bukan termasuk golonganku, dan barangsiapa yang tidak meminumnya, maka ia termasuk golonganku." (Itu adalah) sungai Palestina. Maka mereka pun meminumnya karena takut kepada Jalut, sehingga hanya empat ribu orang yang menyeberang bersamanya dan tujuh puluh enam ribu orang kembali. Barangsiapa yang minum darinya, maka ia akan kehausan, dan barangsiapa yang hanya meminumnya sedikit, maka ia akan merasa segar. Maka ketika ia ( ) dan orang-orang yang beriman bersamanya melewati (sungai) itu, lalu mereka melihat Jalut, mereka pun kembali lagi dan berkata, "Kita tidak akan sanggup melawan Jalut dan pasukannya pada hari ini." Orang-orang yang yakin bahwa mereka akan bertemu Allah berkata -orang-orang yang meyakini-, "Betapa banyak kelompok kecil mengalahkan kelompok besar dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-orang yang sabar." (QS. Al-Baqarah: 249). Maka kembali lagi darinya tiga ribu enam ratus delapan puluh lebih orang, dan tersisa tiga ratus sembilan belas orang, (sebanyak) jumlah orang-orang yang ikut perang Badar.
menceritakan kepada kami, ia berkata: menceritakan kepada kami, ia berkata: Ismail bin `Abdil Karim menceritakan kepada kami, ia berkata: `Abdus Shamad bin Ma`qil menceritakan kepada kami bahwa ia mendengar Wahb bin Munabbih berkata: `Ili yang mengasuh memiliki dua anak laki-laki yang masih muda[5]. Mereka melakukan hal baru dalam kurban. Tongkat kurban yang biasa mereka gunakan untuk memukul (hewan kurban) adalah dua buah tongkat. Maka apa pun yang mereka keluarkan adalah milik pendeta yang memukul (hewan kurban) itu. Kedua anaknya itu menjadikan (tongkat itu) sebagai pengait. Maka apabila para wanita datang untuk shalat di Baitul Maqdis, keduanya akan mengait mereka.
Maka ketika sedang tidur di depan tempat di mana `Ili biasa tidur, tiba-tiba ia mendengar suara yang berkata, " !" Maka ia pun bangun lalu menghadap kepada `Ili, lalu berkata, "Aku menjawab panggilanmu." `Ili berkata, "Ada apa? Apakah engkau memanggilku?" Ia ( ) menjawab, "Tidak! Kembalilah tidur!" Maka ia pun tidur. Kemudian ia mendengar suara lain yang berkata, " !" Maka ia pun bangun lalu menghadap `Ili lagi, lalu berkata, "Aku menjawab panggilanmu. Ada apa? Apakah engkau memanggilku?" `Ili berkata, "Tidak! Kembalilah tidur! Jika engkau mendengar sesuatu, maka katakanlah, `Aku menjawab panggilanmu di tempatku, perintahkanlah aku maka aku akan melakukannya.`" Maka ia pun kembali tidur. Kemudian ia mendengar suara lagi yang berkata, " !" Maka ia pun berkata, "Aku menjawab panggilanmu, aku di sini. Maka perintahkanlah aku, aku akan melakukannya." Ia (suara itu) berkata, "Pergilah kepada `Ili, lalu katakanlah kepadanya, `Kecintaannya terhadap anak-anaknya telah menghalanginya untuk melarang kedua anaknya itu berbuat hal baru dalam tempat suci-Ku dan kurban-Ku, dan untuk mendurhakai-Ku. Maka Aku akan mencabut jabatan keimaman darinya dan dari keturunannya, dan Aku akan membinasakannya dan kedua anaknya itu.`"
Maka ketika pagi harinya, `Ili bertanya kepadanya ( ), lalu ia pun menceritakannya. Maka ia (`Ili) pun sangat terkejut. Kemudian datanglah musuh dari orang-orang di sekitarnya untuk menyerang mereka. Maka ia memerintahkan kedua anaknya itu untuk keluar bersama orang-orang dan memerangi musuh itu. Maka keduanya pun keluar dan membawa Tabut yang di dalamnya terdapat luh-luh (Taurat) dan tongkat Musa agar mereka menang dengannya. Ketika mereka telah siap untuk berperang, `Ili menunggu-nunggu berita: apa yang telah mereka lakukan? Maka datanglah seorang laki-laki mengabarkan kepadanya, sementara ia sedang duduk di kursinya, "Kedua anakmu telah terbunuh dan orang-orang telah kalah." Ia (`Ili) bertanya, "Lalu apa yang terjadi dengan Tabut?" Ia (orang itu) menjawab, "Musuh telah membawanya." Maka ia (`Ili) pun berteriak dan jatuh terlentang dari kursinya lalu mati. Dan orang-orang yang merampas Tabut itu pergi membawanya hingga mereka meletakkannya di kuil sesembahan mereka. Mereka memiliki berhala yang mereka sembah. Maka mereka meletakkan (Tabut itu) di bawah berhala itu. Pada pagi harinya, berhala itu berada di bawahnya, dan ia berada di atas berhala itu. Kemudian mereka mengambilnya lalu meletakkannya di atasnya, dan mereka memaku kedua kakinya pada Tabut itu. Maka pada pagi harinya, kedua tangan dan kaki berhala itu telah terpotong, dan ia tergeletak di bawah Tabut itu.
Maka sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain, "Bukankah kalian telah tahu bahwa Tuhannya Bani Israil tidak ada sesuatu pun yang dapat menandingi-Nya?! Maka keluarkanlah (Tabut itu) dari kuil sesembahan kalian." Maka mereka pun mengeluarkan Tabut itu lalu meletakkannya di suatu daerah di perkampungan mereka. Maka penduduk daerah di mana mereka meletakkan Tabut itu pun terkena wabah di leher mereka.
Mereka berkata, "Apa ini?" Seorang gadis yang ada pada mereka dari tawanan Bani Israil berkata kepada mereka, "Kalian akan terus melihat apa yang kalian benci! (Selama) Tabut ini ada pada kalian. Maka keluarkanlah ia dari perkampungan kalian!" Mereka berkata, "Engkau berdusta." Ia berkata, "Tanda (kebenaran perkataanku) adalah bahwa kalian mendatangkan dua ekor sapi betina yang memiliki anak dan belum pernah dipasangi kuk, kemudian kalian letakkan di belakang keduanya anak sapi itu, lalu kalian letakkan Tabut itu di atas anak sapi itu, lalu kalian biarkan keduanya berjalan dan kalian tahan anak-anak keduanya. Maka keduanya akan berjalan dengannya dalam keadaan patuh, hingga apabila keduanya telah keluar dari negeri kalian dan sampai di tanah Bani Israil yang terdekat, keduanya akan melepaskan kuknya dan kembali kepada anak-anaknya."
Maka mereka pun melakukan hal itu. Maka ketika keduanya telah keluar dari negeri mereka dan sampai di tanah Bani Israil yang terdekat, keduanya melepaskan kuknya dan kembali kepada anak-anaknya. Dan mereka (Bani Israil) meletakkan (Tabut itu) di reruntuhan yang di dalamnya terdapat hasil panen Bani Israil. Maka Bani Israil pun ketakutan dan datang kepadanya (Tabut itu). Namun, tidak ada seorang pun yang mendekatinya kecuali ia akan mati. Maka nabi mereka, , berkata kepada mereka, "Berbarislah kalian! Barangsiapa yang merasa dirinya kuat, maka hendaklah ia mendekatinya." Maka orang-orang pun berbaris di hadapannya (Tabut itu), namun tidak ada seorang pun yang sanggup mendekatinya kecuali dua orang laki-laki Bani Israil yang diizinkan untuk membawanya ke rumah ibu mereka, yaitu seorang janda. Maka (Tabut itu) pun berada di rumah ibu mereka hingga menjadi raja dan keadaan Bani Israil membaik bersama .
Bani Israil berkata kepada , "Utuslah untuk kami seorang raja yang akan berperang di jalan Allah." Ia menjawab, "Allah telah mencukupkan kalian dari peperangan." Mereka berkata, "Kami merasa takut terhadap orang-orang di sekitar kami, maka hendaklah ada raja bagi kami yang akan kami jadikan tempat berlindung." Maka Allah mewahyukan kepada , "Utuslah sebagai raja untuk mereka, dan urapilah ia dengan minyak suci Baitul Maqdis."
Keledai-keledai milik ayah hilang, lalu ia mengutusnya ( ) dan seorang anak buahnya untuk mencarinya. Maka keduanya datang kepada untuk bertanya kepadanya tentang (keledai-keledai) itu. berkata, "Sesungguhnya Allah telah mengutusmu sebagai raja atas Bani Israil." Ia ( ) berkata, "Aku?" Ia ( ) menjawab, "Ya." Ia ( ) berkata, "Apakah engkau tidak tahu bahwa sukuku adalah suku yang paling rendah di antara suku-suku Bani Israil?" Ia ( ) menjawab, "Ya." Ia ( ) berkata, "Apakah engkau tidak tahu bahwa kaumku adalah kaum yang paling rendah di antara kaum-kaum sukuku?" Ia ( ) menjawab, "Ya." Ia ( ) berkata, "Apakah engkau tidak tahu bahwa keluargaku adalah keluarga yang paling rendah di antara keluarga-keluarga kaumku?" Ia ( ) menjawab, "Ya." Ia ( ) berkata, "Lalu dengan bukti apa?" Ia ( ) menjawab, "Dengan bukti bahwa engkau akan kembali dan telah menemukan keledai-keledai ayahmu. Dan apabila engkau berada di tempat ini dan itu, wahyu akan turun kepadamu, lalu urapilah ia ( ) dengan minyak suci Baitul Maqdis." Dan ia (` ) berkata kepada Bani Israil, "Sesungguhnya Allah telah mengutus sebagai raja untuk kalian." Mereka berkata, "Bagaimana mungkin ia menjadi raja atas kami, padahal kami lebih berhak atas kerajaan itu daripada dia, dan dia tidak diberikan keluasan harta?" Ia (` ) menjawab, "Sesungguhnya Allah telah memilihnya atas kalian dan memberinya kelebihan dalam hal ilmu dan fisik."
Kembali pada riwayat , "Dan ketika mereka (tentara ) keluar untuk menghadapi Jalut dan tentaranya, mereka berkata, `Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami.`" (QS. Al-Baqarah: 250).
Pada hari itu, Abu Dawud menyeberang bersama orang-orang yang menyeberang, bersama tiga belas orang anaknya. Dawud adalah anak yang paling kecil di antara mereka. Suatu hari ia (Dawud) datang kepada ayahnya lalu berkata, "Wahai ayahku, tidaklah aku melemparkan batu ku ke suatu benda kecuali aku pasti mengenainya." Ia (ayahnya) berkata, "Bergembiralah wahai anakku, sesungguhnya Allah telah menjadikan rezekimu pada batu lemparmu itu."
Kemudian ia (Dawud) mendatanginya (ayahnya) lagi dan berkata, "Wahai ayahku, aku telah masuk ke antara gunung-gunung, lalu aku menemukan seekor singa sedang duduk. Maka aku pun menungganginya dan memegang kedua telinganya, namun ia tidak menggangguku." Ia (ayahnya) berkata, "Bergembiralah wahai anakku, sesungguhnya ini adalah kebaikan yang Allah berikan kepadamu."
Kemudian ia (Dawud) mendatanginya lagi pada hari yang lain, lalu berkata, "Wahai ayahku, sesungguhnya aku berjalan di antara gunung-gunung sambil bertasbih, maka tidak ada satu gunung pun kecuali ia bertasbih bersamaku." Ia (ayahnya) berkata, "Bergembiralah wahai anakku, sesungguhnya ini adalah kebaikan yang Allah berikan kepadamu." Dawud adalah seorang penggembala, dan ayahnya berada di belakangnya (mendukungnya). Ia datang kepada ayahnya dan saudara-saudaranya dengan membawa makanan.
Maka Nabi AS (Shamwil) datang dengan membawa tanduk yang di dalamnya terdapat minyak dan baju besi. Lalu ia (Nabi) mengutusnya kepada Dan ia akan masuk ke dalam baju besi ini, lalu ia akan memakainya." , ia berkata, "Sesungguhnya orang di antara kalian yang akan membunuh Jalut, tanduk ini akan diletakkan di atas kepalanya, lalu (minyak itu) akan mendidih hingga ia berminyak darinya dan (minyak itu) tidak akan mengalir ke wajahnya, dan (tanduk itu) akan berada di atas kepalanya seperti mahkota.
Maka memanggil Bani Israil, lalu ia menguji mereka dengannya (tanduk dan baju besi), namun tidak ada seorang pun dari mereka yang cocok. Maka ketika mereka telah selesai, berkata kepada ayah Dawud, "Apakah engkau masih memiliki anak yang belum melihat kita?" Ia (ayah Dawud) menjawab, "Ya, masih ada anakku Dawud. Dia yang membawakan kita makanan." Maka ketika Dawud datang, ia melewati tiga buah batu di jalan[6], lalu (batu-batu itu) memanggilnya dan berkata kepadanya, "Ambillah kami, wahai Dawud, engkau akan membunuh Jalut dengan kami." Ia ( ) berkata, "Maka ia pun mengambilnya lalu meletakkannya di kantongnya."
telah berkata, "Barangsiapa yang membunuh Jalut, aku akan nikahkan ia dengan anakku dan aku jadikan ia sebagai pemegang kekuasaan dalam kerajaanku." Maka ketika Dawud datang, mereka meletakkan tanduk itu di atas kepalanya, lalu (minyak itu) mendidih hingga ia berminyak darinya[7]. Dan ia memakai baju besi itu hingga penuh. Ia adalah laki-laki yang kurus dan berkulit kuning. Tidak ada seorang pun yang memakainya kecuali ia akan longgar padanya[8]. Maka ketika Dawud memakainya, baju besi itu sempit padanya hingga robek. Kemudian ia berjalan menuju Jalut. Jalut adalah orang yang paling besar tubuhnya dan paling kuat.
Maka ketika ia (Jalut) melihat Dawud, rasa takut masuk ke dalam hatinya. Ia (Jalut) berkata kepadanya, "Wahai anak muda, kembalilah! Aku akan mengasihanimu sehingga aku tidak akan membunuhmu." Dawud menjawab, "Tidak, bahkan aku yang akan membunuhmu." Maka ia pun mengeluarkan batu-batu itu lalu meletakkannya di ketapelnya. Setiap kali ia mengangkat satu batu, ia menyebut nama (Allah), ia berkata, "Ini dengan nama ayahku, Ibrahim, yang kedua dengan nama ayahku, Ishaq, dan yang ketiga dengan nama ayahku, Israil." Kemudian ia memutar ketapelnya hingga batu-batu itu menjadi satu batu, lalu ia melemparkannya hingga mengenai di antara kedua mata Jalut, maka kepalanya pun tertembus. Kemudian ia membunuhnya. (Batu itu) terus menerus membunuh setiap orang yang dikenainya, hingga tidak ada seorang pun yang dapat menahannya. Maka mereka (Bani Israil) pun mengalahkan mereka (bangsa `Amalik) saat itu. Dan Dawud membunuh Jalut, dan kembali, lalu ia menikahkan Dawud dengan putrinya[9] dan menjadikannya sebagai pemegang kekuasaan dalam kerajaannya. Maka manusia pun condong kepada Dawud dan mencintainya.
Setelah melihat hal itu, ia merasa iri hati dan ingin membunuhnya (Dawud). Maka Dawud mengetahui bahwa ia ingin membunuhnya, lalu ia menuangkan minuman keras ke tempat tidurnya. Maka masuk ke tempat tidur Dawud, sementara Dawud telah melarikan diri. Ia ( ) memukul wadah minuman keras itu hingga robek, lalu minuman keras itu mengalir darinya. Setetes minuman keras itu jatuh ke mulutnya, lalu ia berkata, "Semoga Allah merahmati Dawud, betapa banyak ia minum minuman keras!" Kemudian Dawud mendatanginya dari arah belakang di rumahnya, sementara ia sedang tidur, lalu ia meletakkan dua anak panah di dekat kepalanya, di dekat kedua kakinya, dan di sebelah kanan dan kirinya, dua anak panah, dua anak panah. Kemudian ia turun. Maka ketika bangun, ia melihat anak-anak panah itu, lalu ia mengenalinya dan berkata, "Semoga Allah merahmati Dawud, ia lebih baik dariku. Aku berusaha menangkapnya untuk membunuhnya, namun ia menangkapnya dan ia menahan diri dariku!"
Kemudian suatu hari ia ( ) menunggang (kuda) lalu ia menemukannya (Dawud) sedang berjalan di padang pasir, sementara berada di atas kuda. Maka berkata, "Hari ini aku akan membunuh Dawud." -Dawud apabila ketakutan, ia tidak dapat dikejar.- Maka pun mengejarnya. Dawud ketakutan, lalu ia berlari dengan kencang dan masuk ke dalam gua[10]. Maka Allah mewahyukan kepada laba-laba untuk membuat sarangnya di (mulut) gua itu. Maka ketika sampai di gua itu, ia melihat sarang laba-laba itu, lalu ia berkata, "Jika ia masuk ke sini, niscaya sarang laba-laba ini telah robek." Maka hal itu terbayang dalam pikirannya lalu ia meninggalkannya (Dawud).
Para ulama mencela dalam urusan Dawud. Maka tidak akan dilarang oleh seseorang tentang Dawud kecuali ia akan membunuhnya. Dan Allah menjadikan para ulama terbunuh di tangannya[11]. Ia tidak akan mampu membunuh seorang ulama di Bani Israil kecuali ia akan membunuhnya, hingga didatangkan kepadanya seorang wanita yang mengetahui nama Allah yang paling agung. Maka ia memerintahkan tukang roti untuk membunuhnya.
Tukang roti itu mengasihaninya, dan ia berkata, "Semoga kita membutuhkan seorang ulama." Lalu ia meninggalkannya (wanita itu). Maka muncullah penyesalan dalam hati , lalu ia menangis hingga orang-orang mengasihaninya. Setiap malam ia keluar ke kuburan lalu menangis dan berseru, "Aku meminta kepada Allah, (apakah) ada hamba yang mengetahui bahwa aku memiliki taubat, (jika ada) hendaklah ia memberitahukannya kepadaku!" Maka ketika ia telah sering (melakukan hal itu), seorang penyeru dari kuburan memanggilnya, "Wahai , apakah engkau tidak ridha telah membunuh kami hidup-hidup hingga engkau mengganggu kami setelah mati?!" Maka ia pun semakin banyak menangis dan bersedih. Tukang roti itu mengasihaninya lalu berkata kepadanya, "Ada apa denganmu?" Ia ( ) menjawab, "Apakah engkau mengetahui ada seorang ulama di bumi ini yang dapat aku tanyai, apakah aku memiliki taubat?"
Maka tukang roti itu berkata kepadanya, "Apakah engkau tahu orang yang seperti dirimu? Orang yang seperti dirimu adalah seperti seorang raja yang singgah di sebuah perkampungan pada malam hari, lalu ayam jantan berkokok, maka ia terkejut karenanya. Lalu ia berkata, `Jangan biarkan ada ayam jantan di perkampungan ini kecuali kalian sembelih!` Maka ketika ia ingin tidur, ia berkata, `Jika ayam jantan berkokok, maka bangunkanlah kami agar kami dapat melanjutkan perjalanan.` Maka mereka berkata kepadanya, `Apakah engkau masih meninggalkan ayam jantan yang suaranya dapat didengar?!` Begitu pula dirimu, apakah engkau masih meninggalkan seorang ulama di muka bumi ini?!" Maka ia pun semakin sedih dan menangis.
Maka ketika tukang roti itu melihat kesungguhannya, ia berkata, "Bagaimana menurutmu jika aku menunjukkanmu seorang ulama, apakah engkau akan membunuhnya?" Ia ( ) menjawab, "Tidak." Maka tukang roti itu pun memberanikan diri, lalu ia memberitahukannya bahwa wanita yang alim itu ada padanya. Ia ( ) berkata, "Bawalah aku kepadanya, aku akan bertanya kepadanya, apakah aku memiliki taubat?"
Dahulu ilmu tentang nama (Allah) yang paling agung itu hanya diketahui oleh suatu keluarga. Apabila laki-laki mereka telah habis, maka (ilmu itu) akan diketahui oleh para wanita. Maka ia (tukang roti) berkata, "Sesungguhnya jika ia melihatmu, ia akan pingsan dan ketakutan kepadamu." Maka ketika sampai di pintu, ia ( ) berhenti di belakangnya, kemudian tukang roti itu masuk menemuinya (wanita itu), lalu berkata kepadanya, "Bukankah aku adalah orang yang paling berjasa kepadamu? Aku telah menyelamatkanmu dari pembunuhan dan menampungmu di tempatku?" Ia (wanita itu) menjawab, "Ya." Ia (tukang roti) berkata, "Maka aku memiliki hajat kepadamu. Ini ingin bertanya kepadamu, apakah ia memiliki taubat?" Maka ia (wanita itu) pun pingsan karena ketakutan.
Maka ia (tukang roti) berkata kepadanya, "Ia tidak ingin membunuhmu, ia hanya ingin bertanya kepadamu, apakah ia memiliki taubat?"
Ia (wanita itu) menjawab, "Tidak, demi Allah, aku tidak mengetahui ada taubat bagi . Akan tetapi, apakah kalian tahu di mana kuburan seorang nabi?"
Mereka menjawab, "Ya, ini adalah kuburan Yusya` bin Nun."[12]
Maka ia pun pergi dan keduanya ( dan tukang roti) bersamanya menuju ke sana. Lalu ia berdoa, maka keluarlah Yusya` bin Nun sambil membersihkan kepalanya dari tanah. Ketika ia melihat mereka bertiga, ia berkata, "Ada apa dengan kalian? Apakah kiamat telah terjadi?" Ia (wanita itu) menjawab, "Tidak, tetapi ingin bertanya kepadamu, apakah ia memiliki taubat?" Yusya` menjawab, "Aku tidak mengetahui ada taubat bagi kecuali jika ia melepaskan kerajaannya, dan ia keluar bersama anaknya lalu mereka berperang di jalan Allah, hingga apabila mereka terbunuh, ia pun ikut terbunuh. Semoga hal itu menjadi taubat baginya." Kemudian ia jatuh dan mati di dalam kubur.
Maka pun kembali dalam keadaan sangat sedih, karena takut anaknya tidak akan mengikutinya. Ia menangis hingga bulu matanya rontok dan tubuhnya kurus. Anak-anaknya yang berjumlah tiga belas orang masuk menemuinya, lalu mereka berbicara dengannya dan bertanya tentang keadaannya. Maka ia pun memberitahukan kepada mereka tentang apa yang terjadi dan apa yang dikatakan kepadanya tentang taubatnya. Lalu ia meminta mereka untuk ikut berperang bersamanya. Maka ia mempersiapkan mereka, lalu mereka keluar bersamanya. Mereka maju berperang di depannya hingga mereka terbunuh, kemudian setelah mereka, ia pun ikut terbunuh. Dan Dawud menjadi raja setelah itu, dan Allah menjadikannya nabi. Itulah firman Allah, "Dan Allah telah memberikan kepadanya kerajaan dan hikmah." (QS. Al-Baqarah: 251) Dikatakan bahwa hikmah itu adalah kenabian. Dia (Dawud) diberi kenabian Syam`un dan kerajaan .
Nama dalam bahasa Suryani adalah Syaul[13] bin Qais bin Abiyal bin Dzirar bin Bahrats bin Afih bin Aisy bin Benyamin bin Ya`qub bin Ishaq bin Ibrahim.
Ibnu Ishaq berkata, "Nabi yang diutus kepada dari kuburannya hingga ia memberitahukan kepadanya tentang taubatnya adalah Ilyasa bin Akhtub." Ibnu Humayd menceritakan hal itu kepada kami, ia berkata: Salamah menceritakan kepada kami, dari .
Ahli Taurat mengatakan bahwa masa kerajaan dari awal hingga ia terbunuh dalam peperangan bersama anaknya adalah empat puluh tahun.
[1] Di dalam Taurat yaitu di di Kitab 1 Samuil silsilahnya adalah Samuil bin Elkana bin Yeroham bin Elihu bin Tohu bin Zuf, seorang dari suku Efraim (Kitab 1Samuil :1). Samuil sendiri berarti nama-Nya adalah Allah hal ini sesuai dengan janji Hana kepada Allah untuk menyerahkan anak yang akan dilahirkannya menjadi seorang nazir bagi Allah. Untuk mengingat janjinya itulah Hana menamai anaknya `Samuil`. Lahir tahun 1162 SM 1062 dan meninggal tahun 1062 SM. KDS. GERTOUX. Halaman 22.
[2] Saul atau Berkuasa pada 1097 – 1057 SM. KDS. GERTOUX. Halaman 22.
[3] Ibunya Samuil bernama Hana (Kitab 1Samuil 1)
[4] Eli Imam Besar kota Shilo dari keturunan Lewi dari garis keturunan Itamar bin Harun.
[5] Dua anak Imam Eli bernama Hofni dan Pinehas.
[6] Di dalam Versi 1Samuil 16:40 batu yang diambil adalah 5 butir yang diambil dari sungai.
[7] Di dalam Kitab Samuil (1Samuil 16:1) dikisahkan bahwa Samuil mengisi tabung tanduk dan mengisinya dengan minyak yang akan menaruh minyak kepada Daud di dalam acara Kurban dikeluarga Isai sebagai Pengangkatan Daud sebagai raja yang dipilih Allah.”
[8] Di dalam Kitab Samuil (1Samuil17:38-39) Saul memasangkan pada Daud pakaian perangnya dan memakaikan ketopong tembaga di kepalanyadan memasangkan baju zirah padanya, namun karena Daud belum pernah menggunakannya, ia kemudian melepaskannya.
[9] Putri Saul yang menikah dengan Dawud bernama Mikhal. (1Samuil18:28)
[10] Gua yang dimasuki Daud bernama gua Adulam 1Samuil 22:1
[11] Imam Ahimelekh bin Ahitub dan seluruh kaum keluarganya, yaitu para imam di Nob sejumlah 85 orang dibunuh Do`eg dari Bani Edom atas perintah Saul. (1Samuil:22)
[12] Kisah ini di dalam 1Samuil:28 menceritakan tentang kebingungan Saul karena akan diserang olah raja Akhis dari Filistin, namun ia tidak menemukan wahyu. Ia mencari seorang wanita yang bisa memanggil arwah, saat itu yang dipanggil adalah Nabi Samuel, yang menceritakan bahwa dia dan anaknya akan terbunuh di dalam peperangan melawan Filistin.
[13] Saul bin Kis bin Abiel bin Zeror bin Bekhorat bin Afiah dari suku Bunyamin (1Samuil:9)