Daftar Kitab

Halaman 1764



Teks Arab

حَدَّثَنَا أَبِي، ثنا حَامِدُ بْنُ مَحْمُودٍ، ثنا سَلَمَةُ بْنُ شَبِيبٍ، ثنا الْوَلِيدُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ

Teks Indonesia

Ayahku menceritakan kepada kami, Hamid bin Mahmud menceritakan kepada kami, Salamah bin Syabib menceritakan kepada kami, Al Walid Ibnu Isma’il Al Harrani menceritakan kepada kami, Muhammad bin Ibrahim bin Ubaid menceritakan kepada kami, Mujalid bin Yazid menceritakan kepadaku dari Naufal bin Abdullah, dari Adh-Dhahhak bin Muzahim, dari Abu Hurairah, ia berkata: Ketika Rasulullah di dalam lingkaran para sahabatnya, tiba-tiba beliau bersabda, "Besok akan shalat besama kalian seorang lelaki dari ahli surga.” Abu Hurairah berkata, “Maka aku berharap, bahwa orang tersebut adalah aku. Maka aku pun berangkat, lalu aku shalat di belakang Nabi lalu aku tetap berada di masjid hingga orang-orang pulang dan tersisa aku dan beliau. Ketika kami sedang demikian, tiba-tiba di dalam ada seorang lelaki hitam bersarung sehelai kain dan mengenakan pakaian bertambal. Ia datang hingga meletakkan tangannya di tangan Rasulullah kemudian berkata, ‘Wahai Nabiyyullah, berdoalah kepada Allah untukku.’ Maka Nabi & mendoakan syahadah untuknya, dan sungguh kami mendapati darinya aroma misk yang sangat wangi. Lalu aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, apakah dia orangnya?’ Beliau bersabda, `Ya, sesungguhnya ia seorang budak milik Bani Fulan`. Aku berkata, Apa tidak sebaiknya engkau membelinya lalu memerdekakannya, wahai Nabiyyullah?’ Beliau bersabda, `Bagaimana aku melakukan itu jika Allah menghendaki untuk menjadikannya termasuk para raja surga. Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya para ahli surga itu memiliki raja-raja dan para pemuka, dan sesungguhnya orang hitam ini akan menjadi termasuk para raja surga dan para pemuka mereka. Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya Allah $ mencintai dari para makhluk-Nya yang suci, yang tersembunyi (dalam berbuat kebaikan) lagi memenuhi janji, yang rambut kepalanya kusut, wajahnya berdebu dan perutnya kosong kecuali dari penghasilan yang halal. Yaitu orang-orang yang apabila meminta izin bertemu para pemimpin tidak diizinkan, bila melamar para wanita tidak dinikahkan, bila bepergian maka orang lain tidak merasa kehilangan, bila hadir pun tidak dianggap, bila muncul tidak ada kegembiraan dengan kemunculan mereka, bila sakit tidak dijenguk, dan bila meninggal tidak dihadiri. Mereka berkata, ‘Wahai Rasulullah, bagaimana kami mengenali salah seorang dari mereka?’ Beliau bersabda, "Itu adalah Uwais Al Qami. Mereka bertanya lagi, ‘Bagaimana Uwais Al Qami itu?’ Beliau bersabda, `Matanya kebiruan yang sedikit coklat kekuningan, bahunya lebar, posturnya tegak, berkulit sangat hitam, dagunya panjang hingga ke dadanya, dagunya menempel di tempat sujudnya, suka memposisikan tangan kanannya di atas tangan kirinya, biasa membaca Al Qur `an sambil menangisi dirinya, memiliki dua pakaian usang yang tidak diperdulikannya, berkainkan wol dan bersorban wol, tidak dikenal oleh para penghuni bumi tapi dikenal di kalangan para penghuni langit. Bila bersumpah kepada Allah pasti memenuhinya. Ketahuilah, sesungguhnya di bawah bahu kirinya ada putih-putih. Dan ketahuilah, pada hari kiamat nanti akan dikatakan kepada para hamba, Masuklah kalian ke surga. ’ Sementara dikatakan kepada Uwais, ‘Berhentilah, lalu berilah syafa ’at. ’ Lalu Allah SWT mengizinkannya untuk memberi syafa`at kepada orang- orang yang seperti Rabi’ah dan Mudhar. Wahai Umar, dan wahai Ali, jika kalian berjumpa dengannya, maka mintalah darinya agar memohonkan ampun kepada Allah & untuk kaliari. Lalu Umar dan Ali berusaha mencarinya selama sepuluh tahun, namun tidak dapat menemukannya. Lalu di akhir tahun dimana Umar meninggal pada tahun tersebut, Umar berdiri di hadapan Abu Qubais, lalu berseru dengan suara keras, ‘Wahai para haji, siapa yang berasal dari Yaman? Apakah di antara kalian ada Uwais dari Murad?’ Maka berdirilah seorang tua beijanggut panjang, lalu berkata, ‘Sesungguhnya kami tidak tahu, apa itu Uwais, tapi seorang anak saudaraku bernama Uwais, ia tidak dikenal, paling sedikit hartanya, dan perkaranya terlalu rendah untuk kami sampaikan kepadamu. Sesungguhnya ia biasa menggembalakan unta-unta kami, ia tidak terpandang di kalangan kami.’ Tapi Umar tidak memperdulikan itu, tampaknya ia tidak menginginkan itu, lalu ia berkata, ‘Dimana anak saudaramu itu, apakah ia berada di tanah suci kita ini?’ Orang itu menjawab, ‘Ya.’ Umar bertanya lagi, ‘Dimana ia biasa berada?’ Orang itu menjawab, ‘Di tempat gembalaan Arafah.’ Maka Umar dan Ali pun segera menunggangi tunggangan mereka menuju Arafah. Ternyata Uwais sedang shalat ke arah sebuah pohon, sementara unta-unta sedang merumput di sekitarnya. Lalu keduanya menambatkan keledai mereka, kemudian menghampirinya, lalu keduanya mengucap salam, `Assalaamu alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.` Maka Uwais pun meringankan shalatnya. Kemudian (selesai shalat) ia berkata, `Assalaamu alaikuma warahmatullaahi wabarakaatuh.` Keduanya berkata, ‘Siapa orang ini?’ Ia menjawab, ‘Seorang penggembala unta dan orang sewaan suatu kaum.’ Keduanya berkata, ‘Kami tidak menanyakan kepadamu tentang penggembalaan maupun penyewaan. Siapa namamu?’ Ia menjawab, ‘Hamba Allah.’ Keduanya berkata lagi, ‘Kami telah mengetahui, bahwa semua penghuni langit dan bumi adalah hamba Allah. Siapa namamu yang ibumu menamaimu?’ Ia berkata, ‘Wahai kedua orang, apa yang kalian inginkan terhadapku?’ Keduanya berkata, ‘Muhammad telah menceritakan kepada kami tentang Uwais Al Qami, maka kami telah mengetahui kebiruan matanya yang sedikit coklat kekuningan. Dan beliau mengkabarkan kepada kami, bahwa di bawah bahu kirimu ada kilauan putih. Karena itu, tunjukkanlah kepada kami, jika itu ada padamu, maka engkaulah orangnya.’ Maka Uwais pun menunjukkan bahunya, ternyata ada kilauan, maka Umar dan Ali pun segera menciumnya. Lalu keduanya berkata, ‘Kami bersaksi bahwa engkau adalah Uwais Al Qami, maka mohonkanlah ampunan untuk kami, semoga Allah juga mengampunimu.’ Ia berkata, Aku tidak mengkhususkan permohonan ampun untuk diriku dan tidak pula seseorang dari anak Adam, akan tetapi semua yang dilangit dan di bumi, kaum mukminin dan mukminat, kaum muslimin dan muslimat. Wahai kedua orang. Allah telah menampakkan perihalku kepada kalian berdua dan kalian berdua telah mengetahui perihalku. Siapa sebenarnya kalian berdua ini?’ Maka Ali menjawab, Adapun ini adalah Umar, Amirul Mukminin. Sedangkan aku adalah Ali Ibnu Abu Thalib.’ Maka Uwais pun berdiri dan berkata, Assalaamu alaika, wahai Amirul Mukminin, warahmatullahi wabarakaatuh, dan engkau juga, wahai Ali. Semoga Allah membalas kalian berdua dengan kebaikan dari umat ini.’ Ali menjawab, ‘Dan engkau juga, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan dari dirimu.’ Lalu Umar berkata, ‘Tetaplah di tempatmu, semoga Allah merahmatimu, aku akan membawakan nafkah dari pemberianku dan kelebihan dari pakaianku. Tempat ini adalah tempat perjanjian antara aku dan kamu.’ Uwais berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, tidak ada perjanjian antara aku dan engkau. Aku kira engkau tidak akan melihatku setelah hari ini engkau mengenaliku. Apa yang akan kuperbuat dengan nafkah itu? Apa yang aku perbuat dengan pakaian itu? Tidakkah engkau lihat aku mengenakan kain wol dan sorban wol. Kapan engkau melihatku membakarnya? Tidakkah engkau lihat sandalku yang telah diperbaiki, kapan engkau melihatku menyia- nyiakannya? Ataukah engkau melihatku bahwa aku mengambil dari gembalaanku empat dirham, kapan engkau melihatku memakannya? Wahai Amirul Mukminin, sungguh antara tanganku dan tanganmu ada halangan sebagai rintangan yang tidak dapat dilewati kecuali perasaan ringan yang melayang. Maka meringanlah, semoga Allah merahmatimu.’ Setelah Umar mendengar perkataannya itu, ia memukulkan cambuknya ka tanah, lalu berteriak dengan suara keras, ‘Duhai kiranya ibu Umar tidak pemah melahirkannya. Duhai kiranya ia mandul sehingga tidak mengandungnya! Duhai, siapa yang mengambilnya dengan apa yang ada padanya?’ Kemudian Uwais berkata, ‘Wahai Amirul Mukminin, ambillah engkau di sini dan aku mengambil di sini.’ Lalu Umar pun beranjak menuju Mekkah, sementara Uwais menggiringkan unta-untanya dan mengembalikannya kepada para pemiliknya, lalu meninggalkan penggembalaan dan mengkhususkan ibadah hingga berjumpa dengan Allah Ini yang sampai kepada kami mengenai Uwais, sebaik-baik tabi’in. Salamah bin Syabib berkata, “Kami juga telah mencatat hadits lain tentang kisah Uwais, tapi kami tidak pemah mencatat yang lebih lengkap dari itu.”