Daftar Kitab

Halaman 110



Teks Arab

حَدَّثَنَا أَبُو عَمْرِو بْنُ حَمْدَانَ، ثَنَا الْحَسَنُ بْنُ سُفْيَانَ، ثَنَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ الضَّحَّاكِ، ثَنَا إِسْمَاعِيلُ بْنُ عَيَّاشٍ، قَالَ: سَمِعْتُ عُمَرَ، رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُ يَقُولُ: " لَمَّا تُوُفِّيَ عَبْدُ اللهِ بْنُ أُبَيٍّ ابْنُ سَلُولٍ دُعِيَ رَسُولُ اللهِ ⦗٤٤⦘ إِلَى الصَّلَاةِ عَلَيْهِ، فَلَمَّا قَامَ يُرِيدُ الصَّلَاةَ عَلَيْهِ تَحَوَّلْتُ فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَتُصَلِّي عَلَى عَدُوِّ اللهِ ابْنِ أُبَيٍّ ابْنِ سَلُولٍ الْقَائِلِ يَوْمَ كَذَا وَكَذَا، فَجَعَلْتُ أُعَدِّدُ أَيَّامَهُ، وَرَسُولُ اللهِ يَتَبَسَّمُ، حَتَّى أَكْثَرْتُ فَقَالَ: " أَخِّرْ عَنِّي يَا عُمَرُ، إِنِّي خُيِّرْتُ فَاخْتَرْتُ، قَدْ قِيلَ: اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ، فَلَوْ أَعْلَمُ أَنِّي زِدْتُ عَلَى السَّبْعِينَ غُفِرَ لَهُ لَزِدْتُ "، ثُمَّ صَلَّى عَلَيْهِ رَسُولُ اللهِ وَمَشَى مَعَهُ حَتَّى قَامَ عَلَى قَبْرِهِ وَفَرَغَ مِنْ دَفْنِهِ، فَعَجَبًا لِي وَلِجُرْأَتِي عَلَى رَسُولِ اللهِ ، وَاللهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ، فَوَاللهِ مَا كَانَ إِلَّا يَسِيرًا حَتَّى نَزَلَتْ هَاتَانِ الْآيَتَانِ: {وَلَا تُصَلِّ عَلَى أَحَدٍ مِنْهُمْ مَاتَ أَبَدًا، وَلَا تَقُمْ عَلَى قَبْرِهِ} [التوبة: ٨٤] الْآيَةَ، فَمَا صَلَّى رَسُولُ اللهِ بَعْدَهَا عَلَى مُنَافِقٍ حَتَّى قَبَضَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ " قَالَ الشَّيْخُ رَحِمَهُ اللهُ: فَأَخْلَى هَمَّهُ فِي مُفَارَقَةِ الْخَلْقِ، فَأَنْزَلَ اللهُ تَعَالَى الْوَحْيَ فِي مُوَافَقَتِهِ لِلْحَقِّ، فَمَنَعَ الرَّسُولَ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيْهِمْ، وَصَفَحَ عَمَّنْ أَخَذَ الْفِدَاءَ مِنْهُمْ لِسَابِقِ عِلْمِهِ مِنْهُمْ وَطَوْلِهِ عَلَيْهِمْ، وَكَذَا سَبِيلُ مَنِ اعْتَقَدَ فِي الْمَفْتُونِينَ الْفِرَاقَ، أَنْ يُؤَيَّدَ فِي أَكْثَرِ أَقَاوِيلِهِ بِالْوِفَاقِ، وَيُعْصَمُ فِي كَثِيرٍ مِنْ أَحْوَالِهِ وَأَفَاعِيلِهِ مِنَ الشِّقَاقِ، وَكَانَ لِلرَّسُولِ فِي حَيَاتِهِ وَوَفَاتِهِ مُجَامِعًا، وَلِمَا اخْتَارَ لَهُ فِي يَقَظَتِهِ وَمَنَامِهِ مُتَابِعًا، يَقْتَدِي بِهِ فِي كُلِّ أَحْوَالِهِ، وَيَتَأَسَّى بِهِ فِي جَمِيعِ أَفْعَالِهِ. وَقَدْ قِيلَ: إِنَّ التَّصَوُّفَ اسْتِقَامَةُ الْمَنَاهِجِ، وَالتَّطَرُّقُ إِلَى الْمَبَاهِجِ

Teks Indonesia

Abu Amr bin Hamdan menceritakan kepada kami, Al Hasan bin Abu Sufyan menceritakan kepada kami, Abdul Wahhab bin Dhahhak menceritakan kepada kami, Ismail bin Ayyasy menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Umar A berkata: Ketika Abdullah bin Ubai bin Salul mati, Rasulullah ﷺ diminta untuk menshalatinya. Ketika beliau telah berdiri untuk menshalatinya, maka aku memutar badan dan berkata, "Ya Rasulullah, apakah engkau menshalati Aduwwullah (musuh Allah) putra Ubai bin Salul yang berkata di hari demikian dan demikian?" Aku menyebutkan hari-hari Abdullah bin Ubai dimana dia memfitnah Islam. Rasulullah ﷺ hanya tersenyum sehingga aku semakin banyak menyebutkan dosa-dosanya. Kemudian beliau bersabda, "Mundur dariku, wahai Umar! Sesungguhnya aku disuruh memilih, dan aku telah memilih. Dikatakan kepadaku: Kamu memintakan ampun untuk mereka, atau kamu tidak memintakan ampun bagi mereka. Seandainya aku tahu bahwa apabila membaca istighfar lebih dari tujuh puluh kali maka dosanya diampuni, niscaya aku akan menambahkannya. " Kemudian Rasulullah ﷺ mengshalatinya. Umar lalu berjalan bersamanya, hingga beliau berdiri di atas kubumya dan Pemakamannya selesai. Aku heran dengan diriku sendiri dan keberanianku kepada Rasulullah ﷺ. Allah dan Rasul-Nya lebih Mengetahui. Demi Allah, tidak lama kemudian, turunlah ayat ini, "Dan janganlah kamu sekali-kali menshalatkan (jenazah) seorang yang mati di antara mereka, dan janganlah kamu berdiri (mendoakan) di kuburnya." (Qs. At-Taubah 9: 84) Sesudah itu, Rasulullah ﷺ tidak pernah menshalati jenazah seorang munafik pun hingga Allah SWT mencabut ruh beliau. Syaikh (Abu Nu`aim) berkata: Dia memfokuskan tekadnya untuk menjauhkan diri dari hubungan dengan sesama makhluk. Allah turunkan wahyu sesuai ucapannya yang selaras dengan kebenaran. Karena itu Allah melarang Rasul SAW untuk menshalati orang-orang munafiq, dan Allah memaafkan orang yang beliau ambil tebusannya karena telah ada pengetahuan Allah tentang mereka dan karena karunia Allah pada mereka. Demikianlah jalan orang yang meyakini adanya firaq (jarak yang jauh antara hamba dan Allah) pada diri orang-orang yang terkena fitnah, yaitu sebagian besar ucapannya diteguhkan dengan taufiq, serta sebagian besar keadaan dan perbuatannya dijaga dari ketidak-sesuaian dengan kebenaran. Dan Rasulullah ﷺ di sepanjang hidup dan wafatnya memiliki semua itu. Manakala dia memilih yang terbaik dalam keadaan terjaga dan tidur dengan mengikuti perintah Allah, maka beliau diteladani semua keadaannya dan diikuti semua perbuatannya. Sebuah petuah mengatakan bahwa tashawwuf adalah istiqamah pada manhaj (jalan hidup yang ditentukan Allah) dan meniti jalan menuju kebahagiaan.