Daftar Kitab

Halaman 47



Teks Arab

حَدَّثَنَا عَبْدُ اللهِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ جَعْفَرٍ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عِمْرَانَ بْنِ الْجُنَيْدِ، ثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِكَ، ثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ عِيسَى، عَنِ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ عَطَاءٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ يَقُولُ: " قَسَّمَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ الْعَقْلَ عَلَى ثَلَاثَةِ أَجْزَاءَ , فَمَنْ كُنَّ فِيهِ كَمُلَ عَقْلُهُ , وَمَنْ لَمْ يَكُنَّ فِيهِ فَلَا عَقْلَ لَهُ: حُسْنُ الْمَعْرِفَةِ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ , وَحُسْنُ الطَّاعَةِ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ , وَحُسْنُ الصَّبْرِ عَلَى مَا أَمَرَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ " قَالَ الشَّيْخُ رَحِمَهُ اللهُ: فَكَيْفَ يُنْسَبُ إِلَى التَّصَوُّفِ مَنْ إِذَا عُورِضَ فِي حَقِيقَةِ مَعْرِفَةِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ , كَلَّ عَنْهَا وَخَلَطَ فِيهَا , وَإِذَا طُولِبَ بِمُوجَبِ الطَّاعَةِ فِيهَا جَهِلَهَا وَتَخَبَّطَ فِيهَا , وَإِذَا امْتُحِنَ بِمِحْنَةٍ يَجِبُ الصَّبْرُ عَلَيْهَا وَعَنْهَا جَزِعَ وَعَجَزَ. وَسَادَةُ عُلَمَاءِ الْمُتَصَوِّفَةِ تَكَلَّمَتْ فِي التَّصَوُّفِ وَأَجَابَتْ عَنْ حُدُودِهِ وَمَعَانِيهِ ⦗٢٢⦘ وَأَقْسَامِهِ وَمَبَانِيهِ. فَقَدْ كَتَبَ إِلَيَّ جَعْفَرُ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ نُصَيْرٍ الْخَوَّاصُ قَالَ: وَحَدَّثَنِي عَنْهُ ازْدِيَارُ بْنُ سُلَيْمَانَ الْفَارِسِيُّ قَالَ: سَمِعْتُ الْجُنَيْدَ بْنَ مُحَمَّدٍ، رَحْمَةُ اللهِ عَلَيْهِ، يَقُولُ: وَسُئِلَ عَنِ التَّصَوُّفِ فَقَالَ: اسْمٌ جَامِعٌ لِعَشَرَةٍ مَعَانِي: التَّقَلُّلُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ مِنَ الدُّنْيَا عَنِ التَّكَاثُرِ فِيهَا , وَالثَّانِي: اعْتِمَادُ الْقَلْبِ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ السُّكُونِ إِلَى الْأَسْبَابِ , وَالثَّالِثُ: الرَّغْبَةُ فِي الطَّاعَاتِ مِنَ التَّطَوُّعِ فِي وُجُودِ الْعَوَافِي , وَالرَّابِعُ: الصَّبْرُ عَنْ فَقْدِ الدُّنْيَا عَنِ الْخُرُوجِ إِلَى الْمَسْأَلَةِ وَالشَّكْوَى , وَالْخَامِسُ: التَّمْيِيزُ فِي الْأَخْذِ عِنْدَ وُجُودِ الشَّيْءِ , وَالسَّادِسُ: الشُّغْلُ بِاللهِ عَزَّ وَجَلَّ عَنْ سَائِرِ الْأَشْغَالِ , وَالسَّابِعُ: الذِّكْرُ الْخَفِيُّ عَنْ جَمِيعِ الْأَذْكَارِ , وَالثَّامِنُ: تَحْقِيقُ الْإِخْلَاصِ فِي دُخُولِ الْوَسْوَسَةِ , وَالتَّاسِعُ: الْيَقِينُ فِي دُخُولِ الشَّكِّ , وَالْعَاشِرُ: السُّكُونُ إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ الِاضْطِرَابِ وَالْوَحْشَةِ , فَإِذَا اسْتَجْمَعَ هَذِهِ الْخِصَالَ اسْتَحَقَّ بِهَا الِاسْمَ , وَإِلَّا فَهُوَ كَاذِبٌ

Teks Indonesia

Abdullah bin Muhammad bin Ja`far menceritakan kepada kami, Muhammad bin Imran bin Junaid menceritakan kepada kami, Muhammad bin Abdik menceritakan kepada kami, Sulaiman bin Isa menceritakan kepada kami, dari Ibnu Juraij, dari Atha’ dari Abu Sa`id Al Khudri, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, "Allah membagi akal menjadi tiga bagian. Barangsiapa yang ketiga akal itu ada pada dirinya, maka sempumalah akalnya. Dan barangsiapa yang ketiga bagian akal itu tidak ada dirinya, maka dia tidak punya akal. Ketiga akal dimaksud adalah mengenal Allah dengan baik, berbuat taat kepada Allah dengan baik, dan bersabar terhadap perintah Allah dengan baik. ` Syaikh (Abu Nu`aim) berkata: Bagaimana mungkin disebut ahli tashawwuf seseorang yang apabila disodori dengan hakikat ma`rifatullah maka dia tidak melihatnya dengan jelas dan pandangannya campur aduk; apabila dituntut untuk berbuat taat maka dia bodoh dan sesat; dan apabila diuji dengan ujian yang harus dia hadapi dengan sabar maka dia cemas dan tidak berdaya? Ja`far bin Muhammad bin Nashir Al Khawwash menulis surat kepadaku, dia berkata: Aku diceritakan oleh Izdiyar bin Sulaiman Al Farisi, dia berkata: Aku mendengar Junaid bin Muhammad ditanya tentang tashawwuf, lalu dia menjawab, "Kata tashawwuf adalah kata yang menghimpun sepuluh makna. Pertama, mengambil sedikit dari setiap perkara dunia dan tidak berbanyak-banyakan di dalamnya. Kedua, bersandamya hati pada Allah dengan melepaskan diri dari rasa tenang terhadap faktor penyebab. Ketiga, mencintai perbuatan taat, bukan mengharapkan adanya maaf. Keempat, sabar saat kehilangan dunia, bukan meminta dan mengeluh. Kelima, memilah-milah dalam mengambil saat tersedia sesuatu. Keenam, sibuk dengan Allah dengan menjauhkan diri dari segala kesibukan. Ketujuh, lebih memilih dzikir yang tersembunyi daripada semua jenis dzikri yang lain. Kedelapan, memantapkan keikhlasan saat termasuki rasa was-was. Kesembilan, yakin saat termasuki keraguan. Kesepuluh, sakinah (perasaan tenang) kepada Allah, bukan bergejolak dan merasa terasing. Apabila seseorang telah menghimpun karakter-karakter ini, maka dia telah berhak disebut sufi. Apabila tidak, maka dia dusta."